JAKARTA – Ratusan pemuda tergabung dalam Santri Sarungan (SS) membaca Yasinan guna mengusir setan di depan Gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (30/4/2019) siang.
Hal ini dilakukan, karena ada kelompok massa yang menggunakan strategi iblis, dengan menyalahkan pihak penyelenggara Pemilu yang menuding ada kecurangan. Padahal, KPU sendiri sudah meminta agar melaporkan temuan kecurangan tersebut dilengkapi dengan data yang ada.
“Yasinan ini untuk mengusir setan atau iblis yang selalu jadi kompor menyalahkan penyelenggara Pemilu,” kata Koordinator Santri Sarungan, Ahmad Husaini, Selasa (30/4/2019).
Lebih lanjut, Ahmad mengajak semua pihak untuk bisa menahan diri, tidak menyalahkan pihak lain, apalagi menempuh jalur yang membahayakan keutuhan NKRI. Harusnya, kata Ahmad, selesaikan semua persoalan dengan baik, tidak perlu ada pertikaian sesama anak bangsa.
“Apalagi menjelang bulan suci ramadhan, bulan penuh rahmat, tidak boleh ada darah tertumpah di bulan suci. Hindari people power yang berdarah-darah, selesaikan secara bermartabat melalui mekanisme yang benar,” ungkap Ahmad lagi.
“Percayakan penyelesaian konflik pemilu melalui Bawaslu, DKPP dan MK. Jangan selesaikan melalui jalanan, karena akan memakan korban sia-sia,” sebutnya.
Selain itu, Ahmad menuding ada pihak yang berusaha menunggangi insiden meninggalnya petugas KPPS untuk kepentingan politik. Para pihak tak bertanggung jawab itu pun diduga intens, memantik amarah rakyat lewat penggiringan opini secara terstruktur dan masif.
“Waspada upaya politisasi meninggal para mendiang petugas KPPS oleh politikus busuk.
Tak hanya demikian, para pihak yang tak bertanggung jawab tersebut, diduga hadir bak pahlawan kesiangan dengan memperkarakan kasus kematian petugas KPPS lewat jalur hukum, kemudian mengarahkan narasi negatif terhadap para penyelenggar Pemilu 2019.
“Harapan kami agar BAWASLU RI tetap kuat dan kita sama – sama usir setan dan iblis dari BAWASLU RI. Iblis kerjanya selalu ingin mengadu domba lewat berbagai kedok. Jadi kita Yasinan agar setan – setan yang mengganggu BAWASLU RI & KPU RI cepat kembali ke alam mereka,” tuturnya.
Dia juga mengimbau kepada seluruh rakyat Indonesia agar bersama sama berdoa untuk keadilan guna mengusir roh roh iblis dalam pihak yang hendak memamfaatkan tewasnya petugas KPPS.
Dia juga meminta seluruh pihak mendukung Menteri Keuangan telah menyetujui usulan KPU untuk memberikan santunan bagi penyelenggara pemilu yang mengalami kecelakaan kerja selama bertugas dalam Pemilu 2019. Adapun besaran santunan menjadi empat. Pertama bagi anggota KPPS yang meninggal dunia sebesar Rp 36 juta, bagi cacat permanen Rp 36 juta.
Bagi yang mengalami luka berat Rp 16,5 juta dan luka sedang sebesar Rp 8,25 juta.
“Mari kita bersama mendukung pemerintah selesaikan persoalan, jangan tambah banyak persoalan untuk tujuan politik. Kasihan yang sudah menjadi korban,” tutupnya.
Sementara itu, Ketua Setara Institute Hendardi menyebut ketidakpuasan dan tuduhan kecurangan dari beberapa pihak sebaiknya diselesaikan melalui mekanisme demokratik yang tersedia, baik sepanjang proses penghitungan suara dari tingkat kecamatan, KPUD dan KPU hingga ke Mahkamah Konstitusi.
“Bawaslu juga bisa menjadi saluran penyelesaian atas sengketa yang terjadi,” kata Hendardi.
Harus diakui, lanjut Hendardi, terdapat beberapa persoalan dalam Pilpres tetapi bersifat partikular dan kasuistik, sehingga tidak bisa dijadikan alasan mendelegitimasi kinerja para penyelenggara. Sebagian besar komplain atas Pilpres dan peristiwa yang dilaporkan telah direspons oleh KPU dan Bawaslu. Generalisasi kasus-kasus tertentu untuk menolak hasil Pemilu jelas merupakan kekeliruan dalam menilai Pemilu dan membahayakan proses demokrasi Indonesia.
“Kampanye penolakan atas hasil Piplres yang dilakukan oleh beberapa pihak adalah ekspresi kritis yang berlebihan, karena seluruh saluran penyelesaian demokratik telah tersedia. Patut diingat tidak ada instrumen hukum, konstitusi dan kelembagaan apapun yang bisa membatalkan penyelenggaraan Pemilu, kecuali mempersengketakan hasil Pemilu melalui Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.
Dikatakan Hendardi, berbagai praktik dan kasus yang tidak sejalan dengan prinsip Pemilu berintegritas, hendaknya didokumentasikan, dikaji dan didiskusikan guna perbaikan hukum Pemilu.
“Termasuk desain Pemilu legislatif yang terpisah dari Pilpres, sistem penghitungan Pemilu legislatif yang meminimalisir kecurangan antar caleg, baik dalam satu partai maupun antarpartai, dan gagasan e-counting dan e-voting yang hemat biaya,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan