JAKARTA – Tepat pada hari peringatan kemerdekaan Republik Indonesia ke 74, Indonesia mengalami beberapa musibah, dan rentetan peristiwa sebelumnya yaitu naiknya sentimen identitas baik suku, agama, maupun ras. Sebut saja peristiwa rasisme di Surabaya, ceramah keagamaan yang menunjukkan superioritas salah satu identitas.
Melihat hal tersebut, Ketua Umum DPP Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia Ardi Susanto menilai bahwa masyarakat perlu kembali merefleksikan persatuan Indonesia, dimana bangsa ini ada dan kuat karena kemajukan identitas di dalamnya, bahkan hal ini sudah menjadi pengalaman sehari-hari banyak masyarakat Indonesia sejak di lingkup keluarga.
“Saya sendiri misal, dari pihak ibu saya mendapatkan keturunan tionghoa, sementara itu keluarga kakek merupakan muslim taat, kami terbiasa merayakan hari besar Islam bersama, dan keluarga muslim pun turut merayakan hari keagaaman lain juga bersama-sama keluarga,” ujar Ardi pada Talkshow Pelajar dan Mahasiswa.
Acara Talkshow bertema “Melalui Musik dan Dialog Kita Gelorakan Persatuan Indonesia” di Kedai Kopi Perjoeangan (23/8/19) ini juga mengambil keprihatinan dari Ardi, pasalnya musik juga mengajarkan pecintanya untuk menghormati selera musik orang lain, tidak bisa seseorang memaksa orang lain untuk menyukai genre musik tertentu. Karena itu adalah selera dan juga pilihan orang.
Selain itu, Fungsionaris DPP PKB turut menyampaikan agar ada usaha untuk membuat regulasi agar keragaman budaya Indonesia, salah satunya musik untuk mendapat porsi besar di masa yang akan datang, ia pun menyontohkan bagaimana kepedulian Negara Korea kepada pemusiknya, hingga seluruh dunia gandrung pada musik Korea. Indonesia menurutnya bisa melampaui itu semua jika para pemusik kita memiliki regulasi yang berpihak dan memberi ruanh besar pada para seniman musik tersebut.
Kemudian, Ardi menyampaikan bahwa dialog terbuka dan transparan bisa menjadi solusi bagi permasalahan SARA yang terjadi, karena kebencian ini lahir dari sesuatu yang menyejarah, seperti diskriminasi kepada etnis tertentu di pemerintahan Orba, membuat kelompok minoritas tidak berani membangun komunikasi yang terbuka.
Dengan itu, Ardi mengorganisir pemuda Tionghoa di IPTI agar selalu berani tampil dan berdiri sejajar dengan identitas lainnya dalam dialog. Banyak teman dan anggotanya kini tidak lagi hidup ekslusif (hanya di lingkar etnis Tionghoa), namun juga berkumpul dengan lainnya.
“Karena perbedaan merupakan kekuatan NKRI, kekerasan yang selama ini terjadi, saya yakini karena ada oknum-oknum tertentu yang tidak ingin melihat bangsa ini maju, menjadi bangsa yang besar serta berdiri setara dengan Negara maju lainnya,” tutup Ardi.
Tinggalkan Balasan