JAKARTA – Semua elemen masyarakat diharapkan bisa menjaga dan merawat kebhinnekaan di seluruh Indonesia. Harapannya masyarakat tidak mudah terprovokasi terhadap isu yang berpotensi memecah belah antar umat beragama, serta antar suku satu dengan lainnya. Juga senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia.

Demikian pesan penting yang tersirat dalam Forum Group Disscusion (FGD) bertema “Merawat Kebhinekaan Tangkal Ekstrimisme Dengan Memperkuat Kesadaran Ber-Pancasila” yang diinisiasi The Initiatitve Institute (TII) Surabaya, di Aula Soetandyo Wignjosoebroto Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Univ. Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu (21/8/2019).

Direktur Eksekutif The Initiative Institute Dr. Airlangga Pribadi menyoroti fenomena yang lagi hangat di tengah masyarakat saat ini terutama soal Papua. Kata Airlangga, problem Papua tidak bisa diselesaikan dengan instan, tapi membutuhkan penanganan yang komprehensif. Tidak hanya melibatkan unsur-unsur pemerintah, tapi juga kelapangan hati dari seluruh masyarakat Indonesia, untuk mengurai persoalan Papua, dan paling penting adalah pemahaman tentang masyarakat Papua.

“Mereka adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang harus diperlakukan sebagaimana sesama anak bangsa, sebagai warga negara yang harus dihormati, yang memiliki hak-hak sipil dan politik dan menjadi bagian dalam naungan NKRI,” ucap dia.

Kata Pengamat politik Unair ini, perlunya kesadaran bersama membangun penghormatan kebhinnekaan yang masih belum disadari betul oleh beberapa kalangan.

“Artinya, bahwa yang paling penting ketika kita menghormati kebangsaan, merah putih dan Pancasila. Tapi, yang paling penting adalah pengamalannya,” tegas Airlangga.

Lebih lanjut, Dosen Pengajar di Unair ini menyebutkan bahwa pengamalan bisa muncul adanya respek dan tidak bersikap rasialis terhadap sesama anak bangsa dan bagian dalam bangsa Indonesia, sehingga menempatkan warga Papua setara dengan semua anak bangsa.

“Kami yakin Papua bisa damai, apabila kita bisa memahami persoalan manusia,” ujar Airlangga lagi.

Ditempat yang sama, Wakil Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Nadjib Hamid menerangkan dalam kontek kebhinnekaan Indonesia, Pancasila merupakan hasil dari konsensus para pendiri bangsa sebagai jalan tengah untuk mengakomodir berbagai kepentingan yang berbeda. Ia pun memberikan tips merawat kebhineekan diantaranya adalah Komunikasi sosial dengan menggalakkan gotong royong saling membantu, fungsionalisasi tempat ibadah sebagai pusat pembinaan agama dengan dakwah yang menyejukkan.

“Peningkatan wawasan kebangsaan melalui lembaga pendidikan, ormas, tokoh masyarakat dan keluarga,” pesan Nadjib.

Nadjib juga menilai jika ekstrimisme itu adalah racun, namun ekstrimisme bisa luntur dan dikalahkan dengan kasih sayang. Ekstrimisme selalu hadir dalam kehidupan umat manusia, tidak terkecuali dalam kehidupan beragama dan bernegara. Gerakan esktrim muncul dan berkembang antara lain, dipicu oleh pertarungan kepentingan, baik persoal dan kelompok.

“Pertarungan ideologi global, pemahaman agama yang salah, ketidakadilan politik hukim dan ekonomi kemiskinan serta kepentingan politik adu domba. Kemajuan teknologi dan informasi dan komunikasi turut mempercepat terbentuknya gerakan ekstrimisme,” sebut Nadjib.

Sementara itu, Ahli Perbandingan Agama Menachen Ali menilai bahwa Indonesia adalah Negara yang unik. Sebelum agama Timur Tengah masuk ke Indonesia dengan mudah karena diterima oleh masyarakat dan agama apapun di muka bumi hadir Indonesia.

“Dari sekian agama yang ada di Indonesia perlu dicari meeting point nya. Dari sini jiwa akan menjadi besar dan yang besar memahami perbedaan. Makanya, Indonesia cocok dibawah payung besar Bhinneka Tunggal Ika,” tukas Menachen Ali.

Temukan juga kami di Google News.