TANGERANG – Pengurus Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia/ICMI) Dayat Ilyas menjelaskan bahwa Indonesia sudah ditakdirkan sebagai bangsa besar yang sangat heterogen yang terdiri dari banyak suku, agama, ras, dan golongan.
Kendati demikian, Dayat mengaku tak bisa dipungkiri jika ada ancaman disintegrasi bangsa akan semakin meningkat eskalasinya. Sebab, sampai saat ini masih ada pihak-pihak yang tidak berharap Bangsa Indonesia bersatu.
“Modal utama bangsa kita adalah satu rasa, satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Seperti yang sudah dideklarasikan dalam sumpah pemuda, hal tersebut harus ditanamkan dan dipupuk terutama bagi generasi muda. Apabila hal ini tidak dilakukan maka di pastikan Indonesia akan tinggal nama,” ungkap Dayat.
Hal itu mengemuka dalam FGD bertema “Merajut Keutuhan NKRI Pasca Pilpres 2019” di RM Ampera, Jalan KH. Hasyim Ashari, Kota Tangerang, Prov. Banten, 24 Juli 2019.
Lebih lanjut, Dayat berpesan agar rakyat Indonesia tetap membangkitkan kembali budaya gotong royong yang sudah mulai hilang. Katanya, ini bisa menjadi tanda-tanda hilangnya rasa solidaritas, kedepan para tokoh lintas agama, suku, dan budaya harus duduk bersama melihat lebih utuh persoalan bangsa kedepan.
Sementara itu, Akademisi STISNU Dr. Mahfud Fauzi lebih menyoroti pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang PHPU Pilpres 2019 yang telah menjadi pedoman bagi KPU untuk mengambil keputusan, sehingga siapapun harus tunduk pada mekanisme yang di atur oleh Undang-Undang.
“Pilpres 2019 telah selesai dan menetapkan pasangan Calon Presiden Joko Widodo dan Calon Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin sebagai Presiden terpilih periode 2019-2024. Untuk itu, siapapun harus menerima keputusan tersebut dengan lapang dada,” sebut Mahfud.
Ia melanjutkan bahwa forum-forum silaturahmi yang digagas oleh kelompok masyarakat sangat penting dilakukan dalam rangka menurunkan tensi politik diantara sesama pendukung Padangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.
“Kita masih memiliki tantangan kedepan sebagai anak bangsa, yaitu pihak-pihak yang akan merongrong bangsa, diantaranya faham radikalisme, narkoba, dan korupsi. Tantangan tersebut harus dapat kita hadapi bersama karena hal tersebut merupakan musuh bersama,” jelasnya.
Dinas Komunikasi dan Informasi/Diskominfo Kota Tangerang Alamsyah memastikan bahwa Pemerintah daerah sesungguhnya memilki tugas yang tidak ringan untuk menciptakan situasi kondusif pasca Pemilu 2019. Dengan demikian, regulasi yang ada dan kewenangan yang dimilki oleh Kominfo di setiap Kabupaten/Kota harus benar-benar optimal terutama untuk memastikan bahwa program-program pemerintah pusat dan daerah dapat dipublikasikan serta diketahui oleh masyarakat.
“Terdapat potensi kesalahan komunikasi kebijakan pemerintah yang dilaksanakan pada saat ini, akibat banyaknya media sosial yang tidak bertanggung jawab, sebagai contoh berita bohong seolah-olah pemerintah pusat tidak adil dan hanya mementingkan para konglomerat, sementara rakyat kecil ditindas. Oleh sebab itu, peran Kominfo di daerah harus dapat menyampaikan informasi yang benar agar masyarakat tidak luput dari beredarnya informasi yang menyesatkan tersebut,” ucap Alamsyah.
Lebih jauh, Alamsyah menambahkan berita hoax dapat memunculkan rasa saling curiga ditengah masyarakat. Sejumlah informasi yang beredar di media sosial pasca Pemilu 2019, seringkali menyesatkan informasi kepada masyarakat.
“Sejumlah aksi unjuk rasa di Bawaslu yang menimbulkan korban jiwa, merupakan dampak dari informasi yang tidak akurat. Sehingga banyak dari berita-berita yang tidak akurat menyebabkan masyarakat menjadi gelisah. Oleh sebab itu, situasi seperti ini kedepan perlu kita antisipasi oleh kita semua,” tandasnya.
Disesi acara ICMI Kota Tangerang dan HMI Komisariat Fisip Unis Cabang Tangerang, Warga Tangerang Raya juga ikut meramaikan kegiatan dengan mendeklarasikan komitmen untuk ”Menolak Radikalisme dan Berita Bohong, Demi Kemaslahatan NKRI.”
Tinggalkan Balasan