JAKARTA – Ditengah pandemi Covid-19 yang melanda berbagai wilayah di Indonesia, bangsa Indonesia dikejutkan dengan serangkaian penyerangan atau aksi anarkistis dari kelompok radikal. Penyerangan kepada petugas kepolisian menggunakan senjata rakitan oleh 2 anggota Mujahidin Indonesia Timur.
Selain itu juga terjadi penyerangan oleh pria yang membawa atribut yang identik dengan ISIS di Polsek Daha Selatan yang mengakibatkan satu anggota Polri tewas, dan yang terbaru penyerangan polisi di Karanganyar oleh mantan napiter kasus bom Thamrin.
Tindakan kelompok radikal tersebut sangat biadab dan tidak dapat ditolerir, baik dari hukum agama mauapun hukum negara. Perbuatan tersebut tidak sesuai karakteristik dan kepribadian bangsa serta melenceng dari nilai nilai Pancasila. Perlu adanya tingkat kesadaran yang tinggi bagi masyarakat Indonesia dalam mewaspadai gerakan yang mampu memberikan pengaruh pada menurunnya mentalitas bangsa terhadap nilai-nilai Pancasila.
Apa sebenarnya arti dari radikalisme hingga mampu menimbulkan kekhawatiran bagi seluruh masyarakat?
Menurut Dr. Asep Kususanto, M.Si yang merupakan akademisi sekaligus Pengamat Kebijakan Publik, saat menjadi pembicara di acara Bincang Velox, bahwa Radikalisme secara scientific yaitu berpikir berdasar ke akarnya akan tetapi terdapat masalah pada implikasi dari berpikir tersebut menjadi sempit, sehingga kesempitan berpikir tersebut yang dibilang tertutup. Radikalisme berbahaya ketika terjadi ketertutupan dan kelompok mereka merasa bahwa dirinya paling benar.
“Pola pemikiran yang salah kaprah dalam menerima suatu ilmu, dapat menjadikan seseorang mudah terpapar paham radikalisme,” ujar Asep.
Dikatakannya, penyebaran paham radikalisme ini terjadi dengan pemberian pemahaman ilmu, yang awal mula penyebaran pahamnya dengan salah pengajaran. Paham radikalisme mampu berkembang karena mengikuti ajaran dari gurunya dan terkadang dalam penyampaiannya tidak berdasarkan data. Seharusnya sebagai seorang guru yang memberikan ajaran benar itu, tidak mengajarkan ilmu yang bersifat tertutup dalam pengajaran kepada pengikutnya.
“Paham radikalisme kini semakin hari semakin mengkhawatirkan, karena pergerakan radikalisme semakin masif dengan menyasar generasi muda Indonesia yang mana mereka merupakan objek dalam dunia pendidikan. Banyak faktor yang mendasari paham radikal semakin hari semakin berkembang,” sambungnya.
Dr. Asep Kususanto, M. Si melanjutkan salah satu faktor yang membuat semakin berkembangnya paham radikal di dunia pendidikan yaitu karena salah pengajaran dan sifat ketertutupan dalam memberikan ajaran kepada pengikutnya. Sehingga perlu adanya perlawanan bagi paham radikalisme, yaitu dengan cara keterbukaan pemikiran melalui ajaran yang benar dan tidak melenceng dari nilai-nilai Pancasila.
Ia melanjutkan pergerakan penyebaran paham radikal yang semakin masif di kalangan generasi muda, terlihat pada hasil survei terdapat sekitar 20% anak muda yang menilai Pancasila tidak relevan dengan kehidupan saat ini, hal tersebut disinyalir terjadi karena produk pendidikan Pancasila saat ini masih seperti zaman dulu dan anak muda zaman sekarang sudah memasuki zaman digital.
“Perlu adanya metode pendidikan baru bagi generasi muda agar lebih memaknai nilai Pancasila di dalam kehidupan mereka. Penyebaran radikalisme anak muda dapat diantisipasi dengan menyisipkan nilai Pancasila melalui influencer, mendekati dan membentuk pemikiran mereka dan tidak hanya memakai metode menghafal dalam mengajarkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda,” ujar Asep.
Masih kata Asep, penting adanya untuk memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai Pancasila pada generasi muda, hal itu mampu menjadikan generasi muda yang memiliki rasa cinta tanah air. Nilai Pancasila dapat menjadi salah satu cara efektif untuk menangkal paham radikalisme karena salah satu nilai yang terkandung dalam sila pertama Pancasila yaitu toleransi atas perbedaan agama.
“Pancasila bersifat fleksibel dari beberapa sila menjadi satu kesatuan dan Pancasila dapat menjadi perekat bangsa. Karena pentingnya pemahaman mengenai nilai-nilai Pancasila, untuk itu perlu dibentuk indeks Pancasila untuk mengukur apakah nilai sudah diterima oleh masyarakat selain itu, juga harus ada alat ukur radikalisme basis data apabila suatu wilayah sudah terpapar paham radikalisme dan basisnya berdasarkan indeks radikalisme tersebut,” sambungnya.
Oleh karena itu, tambah dia, pentingnya penanaman nilai-nilai Pancasila di masyarakat khususnya untuk generasi milenial, agar tidak sungkan dan ragu untuk membaca banyak hal dan berhenti untuk merasa paling benar. Generasi muda yang cerdas tentu tidak akan memiliki sifat tertutup atau ekslusif. Akibat dari sifat tertutup tersebut nantinya dapat mengakibatkan tumbuhnya paham radikal.
“Peranan pemerintah selama ini perlu selalu didukung oleh seluruh pihak, bahaya laten radikalisme ini butuh kerja keras bersama agar dapat memusnahkan dari negeri Indonesia kita tercinta. Nilai Pancasila pun mengajarkan mengenai gotong royong, yang merupakan salah satu nilai Pancasila yang memang layak untuk diterapkan pula dalam pemusnahan paham radikalisme ini. Bersama kita kuat mmelawan paham radikal bagi kedaulatan Indonesia Raya,” tukasnya.
Tinggalkan Balasan