Oleh Stanislaus Riyanta
Tahun 2020 Kepolisian Republik Indonesia akan memperingati usianya yang ke-74 tahun. Keberadaan Polri di Indonesia sepanjang 74 tahun ini tentu penuh dinamika. Polri yang saat ini menggunakan prinsip Promoter, atau profesional, modern dan terpercaya, terus berusaha untuk meningkatkan kinerjanya di tengah situasi global dan nasional yang dinamis dan penuh tantangan.
Pada bulan Februari 2020 Lembaga Survei Alvara Research Center menyampaikan data keterpuasan publik terhadap lembaga/institusi negara di 100 hari kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Polri berada di posisi ke 2 kepercayaan publik, tepat dibawah TNI yang berada di peringkat pertama. Peringkat selanjutnya berturut-turut adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hasil survei Alvara tersebut menunjukkan bahwa Polri mendapat kepercayaan yang baik dari masyarakat dengan tingkat kepuasan 72,7 persen. Angka ini tentu tidak hanya dibaca sebagai prestasi, tetapi justru sebuah tantangan mengingat masih ada 27,3 persen kinerja yang bisa dicapai lebih baik lagi.
Polri tentu tidak bisa berpuas diri, berbagai catatan yang menuntut Polri untuk terus berbenah dan mencapai hasil yang terbaik harus dicermati. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada awal tahun 2020 membeberkan catatan negatif yang harus dicermati oleh Polri. Berdasarkan catatan YLBHI, selama 2019 tercatat telah terjadi sebanyak 53 kasus pelanggaran kemerdekaan berekspresi dan 32 kasus pelanggaran kemerdekaan berkumpul dan dua kasus pelanggaran kemerdekaan berserikat. Modus pelanggaran tersebut di antaranya kriminalisasi, penghalangan kegiatan, razia, dan pembubaran paksa kegiatan. YLBHI menyebutkan bahwa modus kriminalisasi itu dilakukan mulai dari penangkapan sewenang-wenang, pemeriksaan, sampai dengan menjadikan tersangka atau terdakwa.
Merujuk dari data YLBHI tersebut maka, Polri perlu memperbaiki pelayanan terhadap masyarakat terutama terkait dengan kegiatan unjuk rasa. Meskipun berbagai langkah-langkah humanis dan persuasif terus dilakukan, namun catatan dari YLBHI tersebut sebaiknya tetap dicermati sebagai bahan perbaikan.
Tantangan ke dapan bagi Polri sangat berat. Pola kejahatan yang semakin asimetris dan trans nasional menuntut Polri untuk lebih mengembangankan pengetahuan dan ketrampilannya terutama terhadap penguasaan teknologi. Saat ini berbagai kelompok trans nasional menggunakan teknologi sebagai salah satu alat untuk melakukan kejahatan. Tanpa penguasaan teknologi yang baik maka Polri akan kesulitan dalam mencegah, menangani dan mengungkap kejahatan berbasis teknologi.
Di sisi lain, peran intelijen bagi Polri perlu ditingkatkan lagi. Pencegahan harus dimaksimalkan daripada penanganan gangguan keamanan. Meskipun nampak menjadi bagian yang kurang populer dibandingan fungsi lainnya, intelijen keamanan harus terus dikembangkan dan dimaksimalkan perannya. Jika deteksi dini dan cegah dini gangguan keamanan bisa dilakukan, beban Polri dalam menjaga keamanan di negara ini akan lebih ringan. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa intelijen merupakan garda terdepan bagi Polri yang bertugas menjaga keamanan negara Indonesia.
Dalam tugasnya sebagai pengayom masyarakat, Polri harus lebih melebur dan menyatu bersama-sama masyarakat untuk melakukan pencegahan gangguan keamanan. Dalam hal ini peran pembinaan masyarakat dengan ujung tombak Babinkamtibmas (Bintara Pembina Keamaman dan Ketertiban Masyarakat) harus lebih dikuatkan. Babinkamtibmas adalah ujung tombak Polri di masyarakat. Masyarakat akan menilai Polri dari citra Babinkamtibmas yang ada di lingkungannya.
Peran Babinkamtibmas lainnya adalah sebagai pengumpul bahan keterangan intelijen. Keberadaan Babinkamtibmas di tengah masyarakat tentu mampu menyerap banyak hal termasuk fakta-fakta yang bisa menjadi bahan keterangan bagi informasi yang mempunyai nilai intelijen. Pembekalan kemampuan intelijen bagi Babinkamtibmas adalah langkah strategis bagi Polri untuk dapat melakukan deteksi dini dan cegah dini gangguan keamanan.
Polri menjadi harapan masyarakat dalam menjaga keamanan di Indonesia. Dengan tantangan yang semakin berat maka Polri harus berbenah. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, penguatan fungsi intelijen, dan bersatunya polisi dengan masyarakat diharapkan dapat menjadi jembatan Polri menuju institusi yang dibanggakan. Selamat Ulang Tahun ke-74 Polri, Dirgahayu Bhayangkara.
*) Stanislaus Riyanta, pengamat intelijen dan pengamanan
Tinggalkan Balasan