JAKARTA – Wasekjend 1 Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) Amri Piliang menyoroti kepemimpinan Ketua Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani yang terus menuai kontroversi.

Teranyar, Kepala BP2MI tersebut diduga telah melakukan contempt of parliament (penghinaan Parlemen) dengan mengabaikan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR, dengan menerbitkan Keputusan Kepala (Kepka) No. 328 Tahun 2022 Tentang Pembiayaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia Ke Taiwan Pada Pemberi Kerja Perseorangan. Atau intinya menyebutkan nominal cost structure.

“Padahal hasil RDP tanggal 8 Juni 2022 memutuskan BP2MI untuk membatalkan / mencabut seluruh Keputusan Kepala BP2MI terkait dengan nilai (harga) struktur biaya penempatan PMI di seluruh negara tujuan penempatan sesuai ketentuan peraturan Per-UU-an” ujar Amri dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (2/9/2022).

Menurut Amri, langkah yang diambil BP2MI melanggar ketentuan Pasal 98 ayat 6 sampai 8 UU MD3. Baginya itu merupakan pelanggaran serius dalam ketertiban berbangsa dan bernegara.

“Ini menunjukkan minimnya kapasitas kepemimpinan Benny selaku Kepala BP2MI,” ucap Amri.

Imbas dari pelik persoalan itu, lanjut Amri, pihaknya pada 22 Agustus 2022 lalu, mengadukan Felly Estelita selaku Ketua Komisi IX DPR RI ke Mahkama Kehormatan Dewan (MKD).

Felly Estelita, diduga abai dalam mengambil keputusan sehingga berdampak buruk pada kehormatan dan martabat DPR. Seakan keputusan rapat DPR tidak mengikat dan tidak memiliki implikasi apapun jika tidak dilaksanakan.

“Ketua Komisi IX membiarkan dilakukannya contempt of Parliament (Penghinaan terhadap Parlemen) oleh BP2MI, hal tersebut merupakan pelanggaran kode etik,” ungkapnya.

Amri menambahkan, MKD telah mengundangnya untuk menyampaikan klarifikasi secara langsung atas pengaduannya pada Senin (5/9/2022) mendatang.

Ia berharap MKD juga segera memanggil Ketua Komisi IX DPR RI untuk dimintai keterangan. Lalu mendorong agar diperhatikan Pasal 74 ayat 5 UU MD3 untuk menggunakan hak interpelasi membentuk Panja.

Selain itu merekomendasinkan kepada Presiden agar memberikan tindakan tegas kepada Kepala BP2MI, karena langkahnya sangat merugikan masyarakat luas khususnya para pekerja migran Indonesia.

Komisi IX juga harus melaksanakan hasil RDP tanggal 8 Juni 2022 dan mendesak BP2MI menunda pelaksanaan hasil JWG dengan Teto Taiwan yang membebankan biaya penempatan kepada pekerja migran Indonesia dan membentuk panitia kerja pengawasan kinerja BP2MI.

“Agar iklim jasa Penempatan pekerja migran Indonesia Kembali kondusif seperti sedia kala terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya demi percepatan pemulihan ekonomi nasional,” tutup Amri.

Temukan juga kami di Google News.