Oleh: Abdul Ghopur

Melihat fenomena global negara-negara di pelbagai belahan dunia akhir-akhir ini, nampaknya menunjukkan gejala perlambatan (jika tidak ingin dikatakan keterpurukan) pada ekonomi skala massif. Dus, hampir tiga tahun dilanda pandemi covid-19 beberapa tahun silam dan perang Rusia-Ukraina serta genosida Israel terhadap Palestina yang belum juga mereda makin menambah krisis dan beban perlambatan ekonomi global. Perlambatan ekonomi tak hanya melanda negara-negara di Asia atau Afrika saja sesungguhnya, melainkan pula melanda negara-negara maju seperti Amerika Serikat, kawasan Eropa, dan Tiongkok menjadi sorotan utama dalam dinamika ekonomi global saat ini. Berbagai faktor seperti misalnya kebijakan moneter ketat, perang tarif yang diberlakukan Amerika Serikat, proteksionisme, ketimpangan pasar kerja, ketegangan geopolitik yang berkepanjangan, hingga gangguan rantai pasok global yang belum sepenuhnya pulih menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi yang melemah di negara-negara tersebut.

Dalam World Economic Forum (WEO) bulan April 2025, International Monetary Fund (IMF) meramalkan prospek pertumbuhan ekonomi global yang akan terus dibayangi ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi global diproyeksi sebesar 2,8% pada 2025 dan 3,0% pada 2026. Proyeksi ini mengalami penurunan dibandingkan dengan proyeksi pada Januari 2025. Proyeksi angka pertumbuhan ekonomi turun 0,5 poin pada 2025 dan 0,3 poin pada 2026.

Perlambatan ekonomi di negara-negara maju tersebut sesungguhnya memiliki potensi untuk memberikan dampak terhadap negara berkembang melalui beberapa jalur utama diantaranya: penurunan permintaan dari negara maju dapat mengurangi volume ekspor Indonesia yang pada gilirannya akan menekan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, sentimen global yang memburuk dan meningkatnya risiko dapat mengurangi aliran investasi asing langsung dan investasi portofolio ke negara berkembang (termasuk Indonesia), volatilitas pasar keuangan global dapat meningkat yang bisa memengaruhi nilai tukar rupiah dan stabilitas sistem keuangan domestik, dan seterusnya.

Berbagai lembaga internasional pun ramai-ramai kompak melakukan revisi terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, bedanya International Monetary Fund (IMF)-World Bank (WF) merevisi ke atas ramalan terhadap potensi ekonomi Indonesia pada tahun ini, sedangkan Asian Development Bank (ADB) memangkas proyeksinya untuk Indonesia. Dalam laporan WEO edisi Oktober 2025, Dana Moneter Internasional atau IMF merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,9%, dari sebelumnya 4,8% untuk 2025. Revisi ke atas juga disematkan untuk proyeksi pertumbuhan 2026, sebesar 4,9% (tidak sampai 5% apalagi 6-8% yang disampaikan dalam pidato Prabowo).

Bersamaan dengan revisi ini, IMF juga menetapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara berkembang dan ekonomi pasar berkembang tahun ini. Pertumbuhan ekonomi negara-negara ini tetap sebesar 4,2% pada 2025 dan 4% pada 2026. Angka ini masih sama dengan proyeksi sebelumnya pada WEO Juli 2025. Untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri WB memprediksi akan bertahan di level 4,8% hingga 2026, lebih rendah dari realisasi pertumbuhan 5% pada 2024. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru World Bank East Asia and the Pacific Economic Update edisi Oktober 2025 yang baru saja dirilis per Selasa (7/10/2025).

Ancaman hantu resesi global

Di saat bersamaan, prediksi yang menyatakan secara aforisme Indonesia bakal terkena ekses atau dampak resesi global akibat efek perlambatan ekonomi dunia akibat pemulihan pasca pandemi, pengetatan likuiditas, kenaikan (suku) bunga acuan ekstrim oleh bank sentral di sejumlah negara Eropa seperti Amerika Serikat dan Inggris untuk meredam inflasi, serta ditambah kondisi geopolitik–perang Rusia VS Ukraina serta genosida Israel terhadap Palestina, agaknya perlu diwaspadai (meski tak harus panik).

Meski pun berulang-kali WB, IMF, dan ADB menyatakan akan bahaya resesi di tahun-tahun mendatang. Prediksi itu mereka dapat dari indikasi oleh naiknya suku bunga acuan di Inggris yang tercatat sebesar 2,25 atau naik 200 basis points (bps) dan AS telah mencapai 3,25 setelah sebelumnya naik 300 bps (diperkirakan AS kembali akan menaikkan sebesar 75 bps lagi, termasuk Eropa sebesar 125 bps). Ini diakui sebagai kenaikan esktrim selama ini yang sebelumnya Eropa sangat rendah dari sisi policy rate-nya. Kemudian, pada kuartal-kuartal selanjutnya pertumbuhan ekonomi China, AS,a Jerman dan Inggris juga sudah mengalami koreksi. Sehingga prediksi pertumbuhan tahun ini dan tahun depan akan mulai masuk resesi. Ini baru prediski atau ramalan.

Hukum kausalitas

Lalu bagaimana prediksi atau ramalan ekonomi Indonesia tahun depan? Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5% tahun ini dan diperkirakan 5,12% di 2026 (berbeda dengan prediksi Lembaga-lembaga ekonomi dunia) yang diperkirakan Badan Pusat Statistik (BPS), apakah Indonesia patut bernafas lega? Resiko efek samping resesi terhadap Indonesia mungkin tetap ada yang disebabkan oleh kenaikan cost of fund dan potensi default di banyak negara yang sudah memiliki rasio utang sangat tinggi.

Beberapa data menunjukkan fakta terbalik atas prospek ekonomi Indonesia yang dewasa ini cukup bergantung pada lonjakan tinggi harga komoditas utama, seperti batu bara, bahan bakar minyak (bbm), minyak kelapa sawit, timah, nikel, gas alam, dan sumber daya alam lainnya (meski pun Indonesia berlimpah). Melonjaknya harga komoditas yang tinggi inilah kemudian menyebabkan inflasi melonjak. Namun dengan menurunnya permintaan (demand) dunia akibat ketidakpastian global, siapa yang mampu beli? Akibat lemahnya demand dari supplay yang ditawarkan, maka yang terjadi adalah penurunan permintaan.

Era disrupsi, dua sisi keping mata uang

Kemajuan-kemajuan dan kemudahan-kemudahan di era disrupsi ini kiranya patut disyukuri sekaligus patut diwaspadai secara cermat dan bijak. Meski membawa berbagai kemudahan dan kemanfaatan, tapi persaingan bisnis menjadi semakin ketat dan sulit (bisa sangat kejam). Sebab, perubahan atas dalih modernitas atau apa pun sudah barang pasti akan berdampak (baik dan buruk) pada pelbagai lini atau sektor kehidupan. Karena tidak semua masyarakat dapat merespon dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan di era disrupsi yang diiringi percepatan tekhnologi (IT) ini, dengan berbagai faktor dan kendalanya masing-masing.

Padahal, landscape dan proyeksi pembangunan sumberdaya bangsa di pelbagai lini sangat penting. Tujuannya adalah antara lain: pertama, mengetahui gambaran umum arah pembangunan nasional (Indonesia outlook 2024-2029 at least) dalam pelbagai bidang. Kedua, evaluasi dan proyeksi kebijakan pembangunan nasional pada skala lini. Ketiga, menilik konsep percepatan kesejahteraan dalam pembangunan nasional (mengejar pertumbuhunan atau pemerataan) dan kepastian menikmati bersama kue pembangunan. Keempat, memastikan terjaminnya sektor-sektor kehidupan masyarakat (civil society) banyak berjalan secara adil, demokratis dan humanis oleh pemerintah. Kelima, melihat sejauh mana fase dan akselarasi pembangunan nasional dalam pelbagai aspek termasuk ideologi. Keenam, meninjau ulang apakah pelaksanaan pembangunan nasional mengedepankan nilai-nilai humanisme kebudayaan Indonesia (kultur dan natur-nya bangsa), serta tetap demokratis dan sesuai dengan amanat dan cita-cita Proklamasi 1945, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pembukaannya (Preambule).

Multilateralisme kunci stabilitas ekonomi global

Di tengah ketidakpastian situasi dan perkembangan ekonomi global, penguatan semangat multilateralisme dalam menjaga stabilitas ekonomi global menjadi sangat penting di samping menunjukkan usaha serius pelbagai negara di dunia untuk menjaga dan meningkatkan resiliansi ekonomi global. Pertumbuhan tercatat lebih baik dari perkiraan, ditopang kebijakan yang kredibel, peningkatan investasi dan perdagangan menjelang penyesuaian tarif, serta dampak ketidakpastian perdagangan yang lebih terbatas dari estimasi. Namun sebagaimana dinyatakan di atas, prospek ekonomi global masih dibayangi oleh risiko proteksionisme, ketimpangan pasar kerja, meluasnya peran institusi keuangan non-bank, serta ketidakpastian dampak Artificial Intelligence terhadap produktivitas. Situasi ini menegaskan pentingnya respons kebijakan internasional yang adaptif dan kolaboratif. Hal tersebut mengemuka dalam Pertemuan Tahunan IMF dan WB, yang diselenggarakan pada tanggal 13-18 Oktober 2025 di Washington D.C., Amerika Serikat.

Dalam pertemuan IMF, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral menyepakati agenda kebijakan global, yang berisi langkah-langkah menjaga stabilitas dan memperkuat resiliensi pertumbuhan di tengah ketidakpastian yang masih tinggi. IMF merekomendasikan empat arah kebijakan utama. Pertama, setiap negara didorong untuk menerapkan pengelolaan keuangan negara jangka menengah yang lebih berhati-hati guna memperkuat ketahanan fiskal tanpa mengorbankan investasi dan belanja sosial. Kedua, bank sentral perlu menjaga stabilitas harga dengan tetap menjaga independensi dan transparansi. Ketiga, kebijakan di sektor keuangan perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi risiko pasar dan keterkaitan antar lembaga keuangan. Keempat, reformasi struktural diarahkan untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan melalui perbaikan iklim usaha, penguatan tata kelola, pemberantasan korupsi, penyederhanaan regulasi, pengembangan pasar modal, serta peningkatan kewirausahaan dan daya saing.

Strategi jitu pemerintah menjaga ketahanan ekonomi Indonesia

Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI), ada tiga langkah kebijakan utama yang ditempuh Indonesia untuk menjaga resiliensi ekonomi sekaligus memastikan inflasi tetap dalam sasaran. Pertama, implementasi bauran kebijakan yang selaras antara moneter, fiskal, dan stabilitas keuangan. Kedua, reformasi struktural untuk memperkuat pertumbuhan melalui hilirisasi sumber daya alam, digitalisasi, inklusi keuangan, dan penciptaan lapangan kerja. Ketiga, penguatan kerja sama perdagangan dan investasi, baik di kawasan ASEAN maupun dengan mitra dagang utama seperti AS, Tiongkok, Jepang, India, dan Eropa. Menurutnya, multilateralisme jauh lebih efektif dibanding unilateralisme dalam mendorong pertumbuhan ekonomi global dan mengatasi ketidakseimbangan.

Menanggapi dinamika ekonomi global, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 menegaskan komitmen bersama untuk memperkuat kerja sama multilateral dan kebijakan yang kredibel guna menjaga stabilitas ekonomi dengan mendorong kebijakan fiskal dan moneter yang berimbang, memperkuat ketahanan terhadap risiko keuangan, serta melanjutkan reformasi untuk pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Secara khusus, pertemuan juga menyoroti upaya memperkuat arsitektur keuangan internasional melalui reformasi lembaga keuangan multilateral (Multilateral Development Banks/MDBs) dan penanganan kerentanan utang. Pertemuan G20 ditutup dengan penyerahan Presidensi G20 dari Afrika Selatan kepada Amerika Serikat untuk tahun 2026.

Secara spesipfik strategi pemerintah Indonesia dalam menahan dampak negatif dari perlambatan ekonomi negara maju adalah dengan berupaya memperkuat ketahanan ekonomi domestik. Salah satu upayanya adalah dengan menjaga daya beli masyarakat serta menjaga stabilitas makro ekonomi domestik lainnya seperti pergerakan nilai tukar rupiah dan aliran investasi ke dalam negeri. Sebagaimana disampaikan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, pemerintah Indonesia berusaha mengadopsi berbagai strategi guna memperkuat daya tahan ekonomi nasional. Upaya ini dimulai dari memperkuat fondasi ekonomi melalui kebijakan fiskal yang hati-hati serta reformasi struktural yang menyasar peningkatan efisiensi dan daya saing jangka panjang. Di sisi industri, pemerintah mendorong pengurangan ketergantungan pada impor dengan memperkuat kapasitas produksi dalam negeri, termasuk melalui hilirisasi sektor-sektor strategis agar produk Indonesia memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.

Langkah ekspansi ekonomi juga diarahkan ke luar negeri dengan memperluas kerja sama perdagangan dan investasi ke negara-negara non-tradisional seperti di kawasan Afrika dan Timur Tengah. Dalam menjaga kestabilan keuangan, koordinasi antara lembaga-lembaga utama seperti Bank Indonesia, OJK, dan LPS terus diperkuat guna menjaga cadangan devisa dan stabilitas sektor keuangan nasional. Secara khusus, untuk mengantisipasi dampak pengenaan tarif dari Amerika Serikat, pemerintah melakukan pendekatan diplomatik melalui jalur negosiasi guna meredakan bea masuk dan menyesuaikan arus impor. Selain itu, reformasi struktural terus digencarkan untuk memperbaiki iklim usaha, menghapus berbagai hambatan non-tarif, serta meningkatkan produktivitas nasional.

Pemerintah juga aktif menjajaki peluang baru melalui peningkatan kerja sama ekonomi dengan negara-negara mitra seperti BRICS, ASEAN+3, dan kawasan Eropa, sebagai langkah diversifikasi pasar guna mengurangi ketergantungan terhadap satu negara atau kawasan tertentu. Seluruh kebijakan ini dijalankan secara terkoordinasi dan adaptif, dengan harapan dapat menjaga stabilitas ekonomi domestik di tengah arus perubahan global yang cepat dan penuh ketidakpastian.

Sinergi, kepeloporan dan peran kesejarahan pemuda

Pertanyaannya kemudian, sejauh mana pelibatan aktif seluruh masyarakat Indonesia terutama yang bergerak di sektor-sektor riil yang selama ini sangat mendukung pergerakan ekonomi nasional? Sebab, ada indikasi bahwa dunia perbankan kita kurang berpihak kepada ekonomi sektor riil, melainkan memilih preferensi sertifikat BI misalnya. Padahal di era disrupsi ini loncatan atau guncangan-guncangan pelbagai sektor kehidupan dapat terjadi tiba-tiba tanpa bisa diprediksi sebelumnya. Artinya, perlu ada kebijakan yang holistik terhadap pelbagai kemungkinan yang terjadi.

Di sisi lain potensi angkatan kerja muda (fisrt graduate) perlu diperhatikan dan dilibatkan, sebab jumlahnya jutaan. Mereka rata-rata memiliki semagat kerja dan rasa nasionalisme yang sangt tinggi, di samping memiliki nilai-nilai kepeloporan dan semangat kepahlawanan yang kuat dalam mencintai dan membangun bangsa. Semangat itu harus makin digelorakan untuk saling membantu, bahu-membahu dengan saling bersinergi satu sama-lain. Dengan saling meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia, serta transfer pengetahuan dan informasi agar kita sama-sama dapat berinovasi dan bertransformasi ke arah kemajuan Pembangunan nasional melalui ekonomi kerakyatan yang ramah lingkungan baik ekologi maupun sosial-budaya dan tetap mengedepankan humanisme, agar kita sejahtera bersama.

Jangan sampai ketidakmampuan (ketidakberdayaan) sebagian besar masyarakat dalam merespon, beradaptasi dan memanfaatkan kemajuan zaman karena tidak ada sinergi antar–segelintir masyarakat yang mampu dan memiliki akses dengan sebagian besar masyarakat yang teraleniasi, menyebabkan frustasi dan kecemburuan sosial akibat bingung (limbo) tak tahu harus menentukan arah kemana, akibat ketidakpastian global tadi. Di sinilah sekali lagi, nilai-nilai kepeloporan, kejuangan dan kepahlawanan generasi muda dibutuhkan sekaligus diuji. Sejauh mana generasi muda hari ini dapat mengaplikasikan nilai-nilai dan semangat kepeloporan, kejuangan serta kepahlawanannya dapat menjaga keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa serta kemajuan Pembangunan nasional di skala bidang.

Perlu kita garis-bawahi, persoalan kebangsaan itu sebenarnya bukan cuma persoalannya para kaum intelektual, politisi, birokrat, atau tekhnokrat saja, tapi ini persoalan kita bersama. Sebab, pemuda sesungguhnya bukan sekadar bagian dari lapisan sosial dalam masyarakat saja. Mereka memainkan peranan penting dalam perubahan sosial. Tapi jauh daripada itu, pemuda merupakan konsepsi yang menerobos definisi pelapisan sosial tersebut, terutama terkait konsepsi nilai-nilai. Sejarawan Taufik Abdullah (1995) memandang pemuda atau generasi muda adalah konsep-konsep yang sering mewujud pada nilai-nilai herois-nasionalisme. Hal ini disebabkan keduanya bukanlah semata-mata istilah ilmiah, tetapi lebih merupakan pengertian ideologis dan kultural. Pemuda selalu identik dengan nilai-nilai dan peran kesejarahan yang selalu melekat padanya. Sosok pemuda selalu terkait dengan peran sosial-politik dan kebangsaan (kini malah berperan-serta dalam ekonomi). Ini dapat dipahami mengingat hakikat perubahan sosial-politik yang selalu tercitrakan pada sosok pemuda. Citra pemuda Indonesia tidak lepas dari catatan-catatan sejarah yang telah diukirnya sendiri.

Penulis adalah Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB),
Inisiator Yayasan Kedai Ide Pancasila; Founder Indonesia Young Leaders Forum
(menulis banyak buku dan artikel)

Disclaimer: (makalah ini merupakan pendapat peribadi, orang lain dapat saja berpendapat berbeda)

Referensi:
Buku:
-Taufik Abdullah. 1997: dalam:. Denyut Nadi Revolusi Indonesia. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Koran:
-Abdul Ghopur, Opini Media Indonesia, 28-10-2009.

Laman:
-https://www.cnbcindonesia.com
-https://www.bi.go.id/id
-https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id
-https://www.setneg.go.id/
-https://www.bps.go.id