Jakarta – Indonesia Development Monitoring menggelar survei pendapat publik terkait dampak Covid-19 terhadap perekonomian masyarakat baik para pekerja di sektor formal, informal, pelaku UMKM, pedagang kaki lima, pedagang pasar tradisional dan supir angkot.
Survei dilakukan mulai tanggal 18 Juni – 30 Juni 2020. Jumlah responden sebanyak 2626 orang yang tersebar di 14 provinsi di Indonesia yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Jogyakarta, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, NTB, Bali, Sumatera Selatan, Lampung, Riau dan Sulawesi Utara
Pengambilan sample dilakukan dengan mengunakan metode Multistage Random Sampling dan Margin of error berkisar pada +/- 1,92 persen dengan Tingkat Kepercayaan Survei 95 persen.
Responden dilakukan wawancara via telepon seluler dengan kuesioner. Dari hasil survei di 14 provinsi tersebut ditemukan, keadaan ekonomi keluarga selama PSBB berdampak pada penghasilan dan pendapatan rumah tangga masyarakat dalam aktivitas ekonomi menurun hingga 56,3 persen.
Hal ini didapat dari jawaban 2.606 responden dimana sebanyak 86,3 persen menyatakan pendapatan keluarga mereka menurun selama PSBB dan dampak Covid dan yang menyatakan tetap hanya 13,7 persen.
“Mayoritas masyarakat puas dengan penanganan pandemi Covid-19 dan penyelamatan perekonomian masyarkat yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo,” kata Direktur Eksekutive IDM, Bin Firman Tresnadi, dalam keterangan persnya, Sabtu (11/7/20).
Hal tersebut tergambar dalam hasil survei yang memperlihatkan masyarakat yang puas terhadap penanganan virus corona dan program program penyelamatan perekonomian masyarakat oleh Presiden Jokowi sebesar 59,2 persen. Dengan pembagiannya, 51,8 persen menyatakan puas dan 7,4 persen menyatakan puas sekali. Dan yang tidak puas sebanyak 40,8 persen.
“Pihak yang puas terhadap penanganan pemerintah beralasan penanganan PSBB dan dampak perekonomian masyrakat akibat PSBB sudah cukup baik dan mengurangi dampak menurunnya perekonomian keluarga masyarakat 28,7 persen. Jokowi mementingkan rakyat banyak 7, 6 persen. Bantuan penyaluran program KUR untuk insentif UMKM dan untuk usaha masyarakat yang sudah berjalan baik 22,9 persen,” terang Bin Firman.
Sementara itu, kata dia, alasan tertinggi mengapa masyarakat tidak puas disebabkan kebijakan yang tidak konsisten.
Selain itu, tambah dia, pemerintah lambat mendistribusikan bantuan sosial 13,9 persen, data penerima bantuan tidak akurat 12,1 persen penanganan secara umum lambat 5,2 persen.
Bin Firman menjelaskan, hasil survei dari 2.626 responden ketika ditanyakan tingkat kepercayaan terhadap keberhasilan program-program Penyelamatan Ekonomi Nasional akibat dampak Covid-19 yang bisa memberikan dampak positif terhadap usaha dan ekonomi keluarga, sebanyak 79,7 persen sangat yakin dan percaya bahwa program-program penyelamatan perekonomian nasional akan bisa membantu keterpurukan usaha dan penurunan pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja.
“Sehingga bisa memperkerjakan pegawai yang kena PHK akibat Covid-19. Dan sebanyak 20,3 persen menjawab tidak yakin dengan alasan akan adanya kemacetan program tersebut dan pengunaan yang salah dan diselewengkan,” terangnya.
Terkait penyaluran insentif KUR UMKM di saat Covid -19, sebanyak 78,9 persen menyatakan puas dan merasa dilayani dengan mudah dan cepat oleh petugas petugas bank penyalur KUR sementara sebanyak 21,1 persen masih kesulitan untuk mengakses KUR UMKM .
Bin Firman mengungkapkan, dari hasil survei juga didapati pendapat Publik bahwa 89,9 persen masyarakat di 14 provinsi tersebut menginginkan relaksasi PSBB dipercepat, namun dijalankan dengan protokol kesehatan yang ketat, sedangkan 10,1 persen ingin ditiadakan PSBB.
“Dari hasil survei tersebut dapat disimpulkan jika program-program penyelamatan ekonomi tersebut dijalankan dengan baik,” terang dia.
Walau ada kekhawatiran akan penyelewengan pada tingkatan praktis, kata dia, namun secara mayoritas masyarakat meyakini dengan program-program ekonomi pro rakyat yang disajikan oleh tim ekonomi Jokowi dalam masa pasca pandemi covid-19 ini banyak membantu kesulitan ekonomi keluarga mereka dan ekonomi Indonesia diyakini akan kembali bangkit.
“Dan untuk hal tersebut, perlu kerja keras ekstra ordinary dan tim kkonomi harus merasa dan mengimani bahwa mereka bekerja dalam keadaan ancaman krisis,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan