Jakarta – Rencana pemerintah mengubah skema subsidi KRL Jabodetabek menjadi berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) per tahun 2025 menimbulkan kontroversi.

Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai, kebijakan tersebut hanya akan menambah beban bagi pengguna KRL.

“Kebijakan ini, yang awalnya bertujuan untuk menargetkan subsidi secara lebih tepat sasaran, justru dapat berisiko menciptakan ketidakadilan dan menambah beban ekonomi bagi masyarakat pengguna KRL, terutama kelas menengah-bawah,” kata Achmad kepada wartawan, Jumat (30/8/2024).

Dia mengatakan, keputusan untuk menaikkan tarif KRL dan mengaitkannya dengan NIK tidak tepat dan memerlukan peninjauan kembali.

Dia menyadari, ada niat mulia di balik wacana tersebut, yakni memastikan bahwa subsidi diberikan hanya kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, dengan memanfaatkan data NIK. Namun, ada beberapa persoalan yang nanti akan dihadapi.

“Masalah yang timbul dari kebijakan ini adalah sulitnya proses registrasi dan verifikasi bagi kelompok masyarakat tertentu. Pengguna KRL yang tidak memiliki akses mudah ke teknologi digital,” ujarnya.

“Selain itu, tidak semua masyarakat yang membutuhkan subsidi ini dapat terjangkau oleh kebijakan berbasis NIK, mengingat ketidakmerataan distribusi sumber daya di berbagai daerah,” sambungnya.

Menurutnya, KRL Jabodetabek merupakan salah satu moda transportasi vital bagi masyarakat kelas menengah bawah. Sehingga, sangat mungkin jika kebijakan perubahan tarif akan memberi dampak kepada kelompok masyarakat tersebut.

“Banyak dari mereka yang bergantung pada KRL untuk perjalanan sehari-hari, terutama untuk bekerja. Kenaikan tarif, meskipun disubsidi melalui skema NIK, tetap akan memberikan tekanan ekonomi tambahan bagi mereka,” tuturnya.

Achmad mengatakan, di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi, kebijakan tersbeut diyakini dapat memperburuk beban hidup masyarakat.

“Menaikkan tarif KRL berarti mengurangi daya beli masyarakat kelas menengah-bawah, yang pada akhirnya dapat memperlambat pemulihan ekonomi secara keseluruhan,” ungkapnya.

Temukan juga kami di Google News.