Jakarta, 13 Mei 2020. Kebakaran hutan dan lahan yang menyerbu Indonesia tahun 2019 lalu adalah yang terburuk kedua sejak 2015, menghanguskan 1,6 juta hektare hutan dan lahan dan menimbulkan kerugian sebesar 75 Triliun rupiah.

Yayasan Madani Berkelanjutan mengungkap lima temuan terkait kebakaran hutan dan lahan di 2019 dan peringatan dini untuk tahun 2020. Pertama, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah adalah provinsi dengan area terbakar terluas di tahun 2019 dan kedua provinsi ini merupakan provinsi prioritas restorasi gambut. Kedua, 44 persen kebakaran tahun 2019 terjadi di ekosistem gambut yang sulit dipadamkan, dan mayoritas berada di gambut lindung. Ketiga, lebih dari 1 juta hektare area terbakar pada tahun 2019 atau 63 persen merupakan area yang baru pertama kali terbakar di tahun 2019 dan erat kaitannya dengan keberadaan izin, khususnya perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri. Keempat, area terbakar tahun 2019 terluas terjadi di tutupan lahan non-hutan sehingga menjaga hutan menjadi kunci untuk mencegah kebakaran. Dan kelima, lima provinsi harus diperhatikan secara khusus, yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Papua, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan karena memiliki prediksi Area Rawan Terbakar paling luas dittahun 2020,” demikian dipaparkan oleh Fadli Naufal, GIS Specialist Yayasan Madani Berkelanjutan dalam Diskusi Online bertema “Menyelisik Karhutla 2019 dan Area Potensi Terbakar 2020” yang diselenggarakan Yayasan Madani Berkelanjutan pada 13 Mei 2020.

Kebakaran yang terjadi di area PIPPIB (Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru) dan PIAPS (Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial) juga berkaitan erat dengan keberadaan dan kedekatan dengan wilayah izin/konsesi sawit dan HTI. 51,82 persen kebakaran di PIPPIB relatif berdekatan dan bahkan tumpang tindih dengan kedua jenis izin ini, sementara di PIAPS 57,46 persen.

Mayoritas kebakaran di Hutan Produksi (58,97 persen) juga terjadi di wilayah yang tumpang tindih dengan atau telah dibebani izin skala besar, yaitu perkebunan sawit, HTI, dan logging/IUPHHK HA dengan luasan terbesar di wilayah HTI (51,57 persen). Di antara tiga jenis izin di atas, kebakaran 2019 terluas terjadi di wilayah izin sawit sebesar 217.497 hektare, disusul oleh HTI sebesar 190.831 hektare, dan IUPHHK HA sebesar 30.813 hektare.

“Mengingat sentralnya keberadaan perizinan pengelolaan kebun dan hutan dalam kebakaran 2019, pengawasan terhadap kepemilikan sarana dan prasarana pencegahan dan pengendalian kebakaran di wilayah berizinharus diperkuat, juga penegakan hukum terhadap pemilik izin yang arealnya terjadi kebakaran,” ujar Muhammad Teguh Surya, Direktur Eksekutif Madani.

“RUU Cipta Kerja jika dilanjutkan pembahasannya akan sangat berisiko meningkatkan kerentanan wilayah terhadap Karhutla”, tambah Teguh.

Selain keberadaan izin, Ekosistem Gambut juga memainkan peran signifikan dalam Karhutla 2019. Empat puluh empat (44) persen kebakaran 2019 dengan luas mencapai 727.972 hektare terjadi di Ekosistem Gambut. Yang memprihatinkan, mayoritas (54,71 persen) terjadi di Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung (FLEG).

“Area Ekosistem Gambut yang berada di dalam dan sekitar izin – khususnya perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri – harus diperhatikan secara khusus karena memainkan peran penting dalam kebakaran 2019. Kebakaran di Ekosistem Gambut sangat berbahaya karena sulit untuk dipadamkan dan menimbulkan polusi karbon yang jauh lebih besar, juga menimbulkan asap yang sangat beracun dan membahayakan bagi kesehatan masyarakat,” tambah Teguh.

Mengingat Ekosistem Gambut memainkan peran penting dalam pencegahan Karhutla, maka restorasi gambut mutlak menjadi salah satu strategi utama pemerintah dan pemegang izin dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2020. Penegakan hukum terhadap pemegang izin yang masih melakukan pengeringan gambut dan tidak menjalankan restorasi gambut di wilayahnya harus digalakkan dan peraturan yang dapat melemahkan perlindungan ekosistem gambut diantaranya Permen LHK No. 10 Tahun 2019 dan Permen LHK No. 62 Tahun 2019 layak untuk segera dicabut.

***

Narahubung:

1. Muhammad Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, HP. 0819 1519 1979, email: teguh@madaniberkelanjutan.id

2.Fadli Ahmad Naufal, GIS Specialist Yayasan Madani Berkelanjutan, HP. 0813 1916 1932, email: fadli@madaniberkelanjutan.id

3. Luluk Uliyah, Senior Communication Officer Yayasan Madani Berkelanjutan, HP. 0815 1986 8887, email: luluk@madaniberkelanjutan.id

Temukan juga kami di Google News.