JAKARTA – Sabtu, 3 Februari 2024, sekitar pukul 23.06 WIB, konsolidasi mahasiswa Jakarta yang diadakan di dalam Kampus Universitas Trilogi, Kalibata, Jakarta Selatan, tiba-tiba didatangi oleh segerombolan orang tidak dikenal dengan berpakaian preman. Tanpa menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya, mereka memaksa mahasiswa keluar dari kampus sembari mengancam supaya mahasiswa tidak membahas wacana aksi demonstrasi yang mendorong pemakzulan presiden.

Tak hanya itu, bahkan ada seorang mahasiswa yang mengalami kekerasan berupa ditanduk di bagian kepalanya.

Koalisi Reformasi untuk Sektor Keamanan dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/2/2024) menilai, peristiwa ini bukan sekadar tindakan kriminal/premanisme biasa. Represi terhadap konsolidasi mahasiswa yang membahas wacana pemakzulan presiden ini harus dipandang sebagai tindakan yang sarat muatan kepentingan kekuasaan. Bahkan kuat dugaan bahwa tindakan ini didalangi atau setidak-tidaknya direstui oleh pihak yang berkepentingan.

Dalam berbagai peristiwa, represi yang dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain justru terbukti bukan sekadar konflik horizontal semata, irisan secara langsung maupun tidak langsung dengan kepentingan kekuasaan sangat kental. Pengalaman pahit pasca-jajak pendapat di Timor-Timur dan Konflik Ambon menunjukkan bahwa negara memiliki kemampuan merepresi warga untuk kepentingan tertentu. Ironisnya, dibungkus dengan selubung konflik horizontal.

Untuk itu, koalisi berpendapat sebagai berikut. Pertama, isu pemakzulan presiden merupakan wacana yang secara organik lahir sebagai respons publik terhadap sejumlah kegaduhan, terutama pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meratakan jalan bagi anak sulung Presiden RI Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto.

Dalam konteks ini, diduga kuat, relasi nepotisme kekeluargaan dan serangkaian pelanggaran etik eks Ketua MK menjadi faktor bagi mulusnya jalan Gibran menuju kontestasi Pilpres 2024.

Selain itu, berbagai tindak tanduk presiden beserta jajaran di bawah yang cenderung berpihak kepada salah satu pasangan calon juga memperkuat wacana pemakzulan. Oleh karenanya, menjadi wajar apabila isu pemakzulan ini mencuat di ruang publik.

Terlebih, berbagai sivitas akademika di berbagai perguruan tinggi di Indonesia ramai-ramai mengkritik buruknya demokrasi di masa kepemimpinan Presiden Jokowi.

Kedua, peristiwa ini menunjukkan bahwa represi terhadap ekspresi–terutama ekspresi politik warga semakin meningkat jelang perhelatan Pilpres 2024. Kriminalisasi terhadap Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono, intimidasi pentas teater Butet Kertaredjasa, hingga beringasnya anggota TNI di Boyolali, Jawa Tengah, terhadap Relawan Ganjar-Mahfud, dugaan intimidasi kepada perusahaan mobil untuk kampanye Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin, menimbulkan prasangka ketidaknetralan negara.

Ketiga, aparat penegak hukum, khususnya Polri, seharusnya proaktif menanggapi peristiwa ini dengan melakukan pengusutan. Polri harus mampu mengungkap kasus ini bukan hanya di level pelaku lapangan, seluruh pihak yang mendalangi atau menjadi aktor intelektual juga harus diungkap dan diproses hukum.

Hal ini menjadi penting di tengah melemahnya kepercayaan publik kepada negara, termasuk di dalamnya Polri, lantaran berbagai dugaan keberpihakannya terhadap salah satu pasangan calon. Ketidakmampuan atau bahkan keengganan Polri dalam mengungkap represi ini hanya akan memperkuat dugaan bahwa Polri merupakan bagian dari mata rantai instrumen politik yang digunakan untuk memenangkan salah satu pasangan calon.

Oleh karena hal-hal tersebut di atas, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak agar DPR RI dan Komnas HAM harus mendorong Kapolri segera memproses hukum pelaku sampai ke akar-akarnya dalam waktu 1×24 jam, termasuk dalang/aktor intelektualnya secara transparan dan akuntabel.

Kedua, ⁠Bawaslu RI, sesuai tugas dan kewenangannya memeriksa segala bentuk dugaan keberpihakan alat-alat perlengkapan negara dalam kontestasi Pilpres 2024.

Adapun Koalisi Reformasi untuk Sektor Keamanan dan Koalisi Kawal Pemilu Demokratis 2024 terdiri dari LBH Jakarta, KontraS, Imparsial, dan PBHI.

Temukan juga kami di Google News.