Rimanews.id – Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban meminta dengan tegas agar DPR RI bersama Pemerintah tidak membahas Omnibus Law terlebih dahulu di tengah wabah Coronavirus Disease (Covid-19).
“Seharusnya DPR tidak usah ngotot membuka sidang di saat buruh menghormati dan prihatin dengan keadaan yang sangat tidak menguntungkan ini dimana kita harus mengunci penyebaran virus corona,” kata Elly kepada Berkeadilan.com, Senin (30/3/2020).
Baginya, tidak boleh ada sebuah kebijakan harusnya berlaku dan tidak ada pihak yang diistimewakan.
“Kami menghormati kebijakan pemerintah, makanya tidak melakukan aksi turun ke jalan dan sementara menghentikan perjuangan,” ujarnya.
“Tetapi kita minta DPR jangan mempermainkan buruh. Kalau buruh tunduk dengan himbauan mengapa pula DPR eksklusif?,” imbuhnya.
Disampaikan Elly, di tengah wabah Covid-19 ini, justru kaum buruh yang merasa paling peduli karena memiliki rasa kemanusiaan. Dan bagi Elly, rasa seperti itu yang kurang dimiliki oleh anggota dewan.
“Kami melihat bahwa kelas buruhlah yang lebih memiliki sense of humanity dari pada para anggota DPR yang dikatakan sebagai wakil rakyat,” tandasnya.
Lebih lanjut, Elly mengatakan bahwa pandemi Covid-19 telah menciptakan keresahan kepada semua pihak, tidak terkecuali buruh, terutama buruh manufaktur. Mereka terancam dirumahkan, diliburkan, diputus kontrak karena persoalan bahan baku yang tidak dapat masuk ke Indonesia, demikian juga hasil produksi terhenti tidak bisa keluar dari Indonesia sebagaimana biasanya.
“Padahal hidup harus terus berjalan, biaya makan, sewa rumah, cicilan rumah, iuran BPJS dan sebentar lagi akan menghadapi hari raya lebaran,” pungkasnya.
Disinilah kata Elly, sudah sangat seharusnya DPR memiliki rasa empati, memakai hati untuk melihat betapa buruh ini jauh lebih tidak beruntung daripada mereka, dan seharusnya DPR besama-sama dengan Pemerintah memikirkan jalan keluar untuk dampak yang sudah dan akan terjadi akibat pandemi. Apakah dengan memberikan intensif bagi industri yang terdampak atau memikirkan sebuah kebijakan yang urgent untuk buruh seperti pemberian stimulus.
Dalam kaitan upaya menahan diri itu, Elly pun menyampaikan jika pihaknya sudah mengirimkan surat kepada Kementerian Tenaga Kerja agar segera membuka ruang dialog yang konstruktif antara pemerintah bersama pihak pengusaha dan serikat buruh untuk mengevaluasi RUU Cipta Kerja itu, di tengah situasi Covid-19 ini.
“KSBSI sendiri sudah menyurati Menaker untuk segera berdialog dengan pengusaha dan serikat buruh dalam menghadapi masalah yang sudah dan akan timbul,” usulnya.
Poin yang diusulkan antara lain, memfasilitasi pemeriksaan massal Covid-19 terutama untuk area buruh yang padat dan beresiko tinggi akibat tidak adanya implementasi social distancing, hak cuti berbayar bagi buruh yang dirumahkan, memastikan buruh yang diliburkan mendapatkan upah pokok penuh sekaligus kepastian bekerja kembali setelah pandemi berakhir serta menjembatani BPJS Ketenagakerjaan memberikan stimulus upaya kompensasi khusus selama masa darurat corona terhadap anggotanya sampai keadaan pulih.
Oleh karena itu, Elly menyatakan akan tetap turun ke jalan untuk melakukan aksi unjuk rasa jika sampai DPR tetap ngotot membahas RUU Cipta Kerja di tengah situasi seperti ini.
“KSBSI mengancam akan turun ke jalan terlepas dari larangan untuk meniadakan perkumpulan atau larangan unjuk rasa ditengah krisis pandemi sekarang ini,” tegasnya.
Terakhir, Elly menyatakan bahwa KSBSI sangat memahami bahwa persoalan ini adalah persoalan bangsa, persoalan dunia, untuk itulah mereka menawarkan sebuah itikad baik untuk menahan diri tidak turun ke jalan demi memutus rantai virus, dan juga menawarkan diri sebagai pihak yang ikut memikirkan kehidupan bangsa terutama para buruh yang dihadapkan dengan mimpi buruk Covid-19.
“Kami menuntut DPR dan pemerintah untuk menunjukkan solidaritas dan tanggungjawab untuk masa masa sulit ini. Hanya melalui langkah proaktif dan berskala besar kita dapat mengatasi dampak pandemi yang luas ini,” tutupnya. []
Tinggalkan Balasan