Jakarta, Rimanews.id – Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menunda rencana aksi besar-besaran yang rencananya akan dilakukan pada tanggal 23 Maret 2020 mendatang.
Penundaan ini dilakukan, karena ada informasi pada tanggal tersebut DPR RI tidak jadi menyelenggarakan Sidang Paripurna DPR RI.
Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan, jika nanti ada informasi DPR akan menggelar Sidang Paripurna, maka MPBI akan kembali menyerukan aksi ke DPR RI.
Said Iqbal menambahkan, pihaknya tidak bisa melarang jika di daerah ada yang ingin tetap melakukan aksi pada hari Senin tanggal 23 Maret 2020.
“Tetapi yang harus dilakukan, wajib prinsip-prinsip keselamatan peserta aksi, terutama terkait dengan pandemi virus Covid-19 (Corona), sesuai dengan himbauan dan ketentuan yang dikeluarkan WHO (Badan Kesehatan Dunia) terkait pencegahan terhadap penyebaran virus tersebut,” kata Said Iqbal di Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (18/3/2020).
Sementara itu, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea menambahkan, agar elemen masyarakat agar tidak menganggap remeh persoalan omnibus law. Bagaimana pun, semua pihak perlu sehat untuk menentang RUU Cipta Kerja.
“Kita sudah ada itikad baik dengan mengurangi pengerahan massa. Karena itu, kami meminta DPR untuk memiliki itikad baik dengan menghentikan pembahasan omnibus law. Sehingga kita bisa fokus menghadapi pandemi corona,” kata Andi Gani.
Senada dengan mereka berdua, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban meminta kepada pimpinan DPR agar RUU Cipta Kerja tidak terburu-buru disahkan dalam 100 hari sesuai dengan permintaan Presiden.
“Buruh sudah berempati. Kami harap pemerintah dan DPR juga berempati dengan tidak memaksakan pembahasan omnibus law. Mari kita fokus pada persoalan corona terlebih dahulu,” kata Elly.
Buruh dan perlindungan wabah Covid-19
Di sisi lain, Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menyinggung pandemi virus Corona. Dalam hal ini, buruh mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap kaum buruh dari ancaman virus COVID-19.
“Sampai saat ini kami belum melihat strategi dari pemerintah terhadap perlindungan kaum buruh terhadap pandemi Corona. Upaya yang dilakukan saat ini lebih kepada masyarakat agar menghindari keramaian, misalnya di dalam transportasi publik,” kata Said Iqbal.
“Padahal buruh justru berisiko tinggi tertular virus corona. Karena mereka sehari-hari berada di tempat yang sama dan mobilitasnya tinggi saat berangkat dan pulang kerja,” lanjutnya.
MPBI juga mengingatkan, agar pemerintah berhati-hati jika hendak melakukan lock down atau meliburkan pekerja, seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah.
“Kalau seluruh pekerja diliburkan, maka ekonomi akan ambruk. Karena di industri manufaktur, banyak pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan dari rumah. Dampaknya akan terjadi banyak PHK. Belum lagi bagi pekerja yang upahnya harian, tidak lagi memiliki penghasilan,” tegasnya.
“Kalau ada kebijakan meliburkan sementara atau melakukan pekerjaan di rumah, kami meminta agar upahnya dibayar secara penuh,” tambahnya.
MPBI menyampaikan 5 (lima) hal berikut untuk mengantisipasi penyebaran corona di perusahaan:
1. Lakukan kampanye secara masif di kalangan pekerja dengan melibatkan serikat buruh, disertai dengan pembagian alat perlindungan. Seperti masker gratis dan hand sanitizer gratis kepada para buruh.
2. Pemerintah melakukan pemetaan dan mengumumkan kawasan industri mana yang berpotensi tepapar corona. Sehingga bisa diantisipasi lebih dini.
3. Dilakukan uji sample terhadap buruh. Jika ada yang terpapar, dari sini kita bisa mengambil langkah lebih lanjut, misalnya dengan meliburkan secara bergilir. Dengan demikian, penumpukan orang akan berkurang.
Terakhir, MPBI juga meminta agar pemerintah memberi perhatian kepada pekerja medis. Karena mereka berada di garis depan untuk menyelamatkan pasien yang terpapar Corona. Karena itu, harus dilengkapi dengan alat perlindungan diri yang maksimal.
Tinggalkan Balasan