Jakarta – Tahapan kampanye pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden telah berjalan sejak 28 November 2023. Provokasi dan kampanye hitam menjadi menjadi salah satu persoalan yang harus dicegah demi terwujudnya Pemilu 2024 yang aman dan lancar.

Pada tahapan ini masyarakat cenderung rentan dihadapkan pada kasus-kasus seperti kampanye hitam, hoaks hingga maraknya ujaran kebencian.

Sehingga, masyarakat melalui generasi muda yang mapan atas literasi digital dapat berpean aktif menggelorakan gerkan untuk mencegah terjadinya polarisasi.

Pencegahan ini dikemas dalam bentuk diskusi publik bertema ‘Provokasi & Kampanye Hitam di Pemilu 2024, Anak Muda: Gak Bahaya Ta?’ di Kopi Oey Blok M Square, Selasa 12 Desember 2023.

Ketua Rumah Milenial Indonesia, Sameul Hutapea, mengatakan tensi kampanye hitam, hoaks, provokasi, ujaran kebencian kerap meningkat seiring jalannya pemilu.

“Bicara provokasi atau black campaign dan hoaks kalau sudah dekati pemilu tentu makin masif. kita sebagai pemuda harus punya kesadaran politik bahwa persatuan dan kesatuan kita harus lebih utama,” kata Samuel.

Menurut dia, Pemilu 2024 adalah momen silaturahmi untuk memperkuat perbedaan-perbedaan politik bukan saling mempertajam perpecahan sesama anak bangsa.

“Tiga capres cawapres tentu punya pemikiran dan agenda politik yang lebih baik untuk kepentingan bangsa dan negara, silakan kita sebagai pemilih memilih sesuai dengan pandangan kita asal jangan membuat persatuan dan kesatuan kita terganggu,” ujarnya.

Samuel mengajak agar semua pihak mengedepankan kontestasi ide dan gagasan dan menekan bahwa perbedaan politik adalah sebuah keniscayaan dalam iklim demokrasi. Jadi, beda pilihan itu hal yang sangat biasa.

“Pemilih muda dan FEN Z ini kan mendominasi di pemilu 2024. artinya kita anak muda akan jadi penentu maka kita jangan sampai jadi objek tapi harus jadi subjek dalam pemilu 2024,” kata dia.

Generasi milenial dan pemuda punya paradigma sendiri untik memerangi hoaks, black campaign, ujaran kebencian itu sendiri dalam mengahapi gelaran demokrasi hari ini.

“Strategi kami di rumah milenial indonesia ya kita perbanyak literasi, forum-forum seperti ini perlu untuk memberikan paradigma dan strategi untuk perangi hoaks,” ungkapnya.

Ditegaskannya, keutuhan bangsa Indonesia adalah di atas segalanya. Kontestasi hari ini hanya agenda lima tahunan dan yang terpenting bagaiamana dapat merawat persatuan bangsa dan negara yg namanya indonesia.

“Kita harus selalu kolaborasi dengan semua pihak, termasuk TNI Polri yang kami yakini mereka bisa menciptakan sitausi aman kondusif. Sangat penting juga rekonsiliasi pasca pemilu nanti sehingga jangan sampai ada narasi-narasi yang seolah kita berjarak,” ungkap dia.

“Semua kelompok dan golongan harus kita rangkul bersama untuk mewujudkan indonesia maju ke depan, jangan sampai ada yg terpecah-belah di antara kita. Saya yakin tiga capres yang sekarang punya kokitmen untuk membuat kita pasca pemilu bisa guyub dan ngopi bareng dan punya komitmem sama untuk membangun Indonesia dan menyongsong Indonesia Emas,” kata dia.

Ketua DPP Pemuda Pernusa, Mochamad Jodi Husein, mengutarakan sebaran hoaks dan ujaran kebencian hanya untuk melemahkan dan menyudutkan lawan-lawan politiknya.

“Tingkat ketertarikan anak muda saat ini masih rendah, karena anak muda sulit diarahkan, tapi pemilu nanti didominasi anak muda sehingga masa depan dan arah politik ke depan ditentukan oleh anak-anak muda,” kata Jodi.

Selain itu, ia mengimbau agar KPU dapat memberikan akses yang lebih luar kepada kaum disabilitas untuk menyalurkan hak suaranya agar bisa maksimal dalam berperan menentukan arah bangsa lewat pemilu ini.

“Pesan KPU, tolong berikan akses dan kemudahan kaum disabilitas untuk menyalurkan hak suaranya, karena memiliki hak juga untuk ikut menentukan nasib bangsa dan negara ke depan. Karena biar bagaimanapun sebiji nasi yang kita makan itu tidak lepas dari hasil kebijakan politik,” jelasnya.

Sementara itu, Praktisi Industri Kreatif Digital, Rebby Noviar, mengatakan, dalam pemili ini bangsa Indonesia mengalami tren baru. Ada pergeseran dari pola konvensional menuju era digital.

Penggunaan AI yangg makin masif hingga platform sepert chat GPT turut diapilkasikan olwh para kandidat capres cawapres hingga calon legislatif pada pemilu ini.

“Kondisi itu juga yang memungkinkan kita mengalami kebingungan, karena secara filterisasi kita belum kuat mana hoaks, black campaign dan narasi negatif, semua dicerna begitu saja, karena secara perilaku medsos kan individual,” kata Rebby.

“Apa yang mereka dapat mereka terjemahkan sendiri. Maka perlu bagi kita untuk membantu menyadarkan agar kita semua bisa bijak, kalau kita temukan konten yang belum tahu kepastiannya agar jangan langsung bereaksi atau share ke medsos atau WAG keluarga,” kata dia.

Menurutnya, masih ada kelemahan atas berkembang pesatnya teknologi informasi sehingga banyak temuan-temuan digital yang membuat masyarakat terkecoh.

“Peredaran konten yang dibuat bukan berdasarkan fakta itu harus kita hati-hati karena sasaran mereka adalah kita yang kurang literasi,” ungkap dia.

Sebagai generasi muda, kata dia, harus paham atascksadaran politiknya dalam mentukan arah bangsa ke depan dan jangan terlena dengan gimik-gimik semata.

“Kita anak muda harus bener-bener sadar untuk memilih jangan hanya termakan isu-isu lucu atau gimik. Kita harus melihat calon pemimpin yang bener-bener dia bisa memimpin karena akan berdampak besar untuk menentukan arah dan masa depan kita ke depan,” tukasnya.

Temukan juga kami di Google News.