Rimanews.id – Ancaman terhadap ideologi bangsa Indonesia yakni Pancasila masih ada di kalangan masyarakat. Hal ini suara-suara yang mencoba untuk menegakkan sistem Khilafah Islamiyah di Indonesia masih cukup bising terdengar.
Pembina PA GMNI Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sri Sudarjo mengatakan, bahwa masuknya paham trans-nasional yang dibawa oleh kelompok masyarakat tertentu, mencoba untuk menghilangkan Pancasila dan menggantikannya dengan sistem Khilafah ala mereka sendiri.
“Khilafah ini adalah sebuah pertarungan dan yang dapat menghilang perjuangan negara,” kata Sri Sudarjo dalam dialog kebangsaan bertema ‘Radikalisme dan Konsep Khilafah Ditinjau dari Terminologi Berbangsa dan Bernegara’ yang digelar oleh DPC GMNI Kota Mataram di Aula Kesbangpol Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (6/2/2020).
Ia menilai bahwa sudah seharusnya seluruh stakeholder bangsa Indonesia menjaga Pancasila sebagai ideologi yang sudah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa.
“Bangsa Indonesia jangan sampai kehilangan pancasila dan harus memperjuangan Pancasila dan UUD 1945 sebagai (upaya) anti khilafah,” ujarnya.
Jika sampai Pancasila hilang dari Indonesia dan bangsa Indonesia menjalankan ideologi lain, ia khawatir Ir Soekarno akan sedih sebagai tokoh yang menjadi sentral dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia itu.
“Pendiri bangsa Presiden Ir. Sukarno akan merasa sedih karena Pancasila sudah hilang,” pungkasnya.
Akademisi ini juga menyebutkan bahwa Pancasila sudah sangat tepat menjadi ideologi bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan yang komplek, termasuk dengan agama.
Maka dari itu di dalam Pancasila sila pertama disebutkan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga negara tidak mengekslusifkan satu agama saja, melainkan enam agama yang diakuinya, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghuchu. Sementara Khilafah yang digaungkan oleh kelompok seperti Hizbut Tahrir hanya mengekslusifkan Islam saja di dalam sistem pemerintahannya.
“Untuk menghadang khilafah, Indonesia punya Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa bukan Keagamaan yang maha esa,” tutur Sudarjo.
Jika Pancasila Hilang, Indonesia Runtuh
Hal senada juga disampaikan oleh perwakilan dari Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi NTB, Abdul Wahid. Ia mengatakan bahwa Pancasila adalah ideologi dan menjadi alat pemersatu bangsa. Jika Pancasila hilang dari Indonesia dan berubah menjadi ideologi lain, ia menilai jika Indonesia terancam bubar.
“Pancasila dan UUD 1945 masih tegak berdiri di bumi Pancasila. Seandainya Pancasila sudah tidak ada, runtuhlah negara Indonesia,” kata Wahid.
Ia menyadari bahwa saat ini ancaman terhadap keberlangsungan ideologi Pancasila ada. Dan banyak terjadi di masyarakat, nilai-nilai Pancasila tersebut juga sudah banyak yang hilang.
“Namun saat ini terjadi kelunturan nilai-nilai Pancasila,” ujarnya.
Inilah yang dijadikan kesempatan bagi beberapa kelompok masyarakat yang anti terhadap Pancasila terus menghembuskan narasi yang nyata merongrong Pancasila itu sendiri, dan berusaha menggantikan ideologi tersebut dengan ideologi ala mereka yakni Khilafah. Padahal menurutnya, khilafah yang digaungkan itu tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
“Radikalisme dalam konteks gerakan jelas bertentangan dengan negara karena merongrong Pancasila. Khilafah itu memicu perpecahan di negara karena itu merupakan pemikiran yang keliru atau bertentangan dengan UUD 1945,” tegasnya.
Oleh karena itu, ia pun berpesan kepada masyarakat luas agar senantiasa menjaga kearifan lokal bangsa Indonesia dari ancaman kebudayaan asing yang masuk ke dalam negeri.
“Mari sama-sama meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara karena ancaman dari luar negeri sangat banyak, diantaranya sisi kebudayaan,” tutur Wahid.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Musyawarah Kerja Sama Antar Gereja (MKSAG) Provinsi NTB, Pdt Dr. Hasanema Wau mengutip statemen Menko Polhukam Mahfud MD yang mengatakan, bahwa beberapa negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) menjalankan sistem pemerintahannya berbeda-beda, tidak menggunakan satu sistem yakni Khilafah Islamiyah seperti yang digaungkan oleh sekelompok masyarakat itu.
“Menurut Prof. Mahfud MD dari 57 negara Islam yang tergabung di OKI banyak negara menerapkan konsep khilafah yang berbeda,” kata Pendeta Hasanema.
Maka ia cukup heran ketika ada sekelompok masyarakat yang tidak ikut menjadi bagian dari memperjuangkan kemerdekaan justru meneriakkan Pancasila sebagai sistem toghut dan harus diubah menjadi Khilafah ala mereka.
“Sedangkan di Indonesia tiba-tiba ada kelompok datang tanpa pernah bangun masjid, tanpa pernah berjasa terhadap agama dan negara tetapi meneriakkan khilafah,” pungkasnya.
Namun untuk menyikapi itu semua, Hasanema bersyukur dua organisasi terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah masih menjaga Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia.
“Saat ini NU dan Muhammadiyah masih menjadi rujukan dalam negara dan berkomitmen dengan pancasila serta mendukung sistem demokrasi sebagai cara pemilihan kepemimpinan nasional,” ujarnya.
Oleh karena itu, Hasanema menilai jika Pancasila sudah final dan menjadi ideologi yang tidak bisa diganggu gugat.
“Pancasila sudah final dan NKRI harga mati,” tegasnya.
Tinggalkan Balasan