Oleh : Mochammad Azizi Rois
Rentetan unjuk rasa yang berakhir dengan kerusuhan di beberapa kota di Papua dan beberapa kota lainnya selama 4 minggu sejak 19 hingga Agustus 2019 lalu masih menjadi PR dan kajian serius bagi Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI). Karena bangsa besar ini tidak boleh tercabik.
SEMMI menilai sebagaimana dikabarkan bahwa aksi yang telah menyebabkan kerusuhan dan pembakaran gedung DPRD, cederanya 3 orang aparat kepolisian dan lumpuhnya Bandara di Sorong sangat ironis, karena dalam suasana hari ulang tahun kemerdekaan bangsa Indonesia yang semestinya seluruh elemen bangsa merefleksikan arti kemerdekaan dalam realita kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dalam mengisi kemerdekaan, bukan malah bersikap dan bertindak yang justeru memicu disintegrasi bangsa.
Sesungguhnya, pemicu awal dari kekisruhan dan kekerasan itu adalah imbas dari insiden persekusi terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya. Bahkan, tuduhan tindakan rasisme itu pun merambat ke beberapa daerah, hingga puncaknya berlanjut ke tanah Papua sendiri.
Lebih jauhnya, bahwa isu Papua sesungguhnya bukanlah kasus baru. Aksi kerusuhan ini tidak lepas dari persoalan Papua secara keseluruhan yang belum terselesaikan sepenuhnya oleh Negara selama ini. Bahkan jika mau jujur, papua merupakan salah satu isu tersensitif bangsa, sekaligus ancaman terbesar dalam disintegrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sensitifitas isu Papua ini, karena Papua memilki inklinasi mentalitas yang mungkin saja berbeda dari daerah lain di negeri ini. Kekhasan suku, bahasa daerah, budaya dan kultural masyarakat Papua seharusnya menjadi kebanggaan sebagai bagian khazanah bangsa Indonesia.
Kemudian ancaman terbesar disintegrasi karena Papua memang sejarahnya diincar oleh beberapa bangsa besar lain yang punya kepentingan. Selain karena kekayaan alamnya, juga Papua bisa menjadi sebuah lokasi strategis bagi mereka yang berada dalam lingkaran pertarungan global. Maka wajar, jika disebut memungkinkan adanya pendompleng gelap di balik kejadian kerusuhan tersebut dari pihak-pihak yang menginginkan Papua lepas dari Indonesia.
Biasanya, ancaman disintegrasi bangsa disebabkan oleh ketidakadilan pemerataan pembangunan. Rasanya Papua saat ini tidak begitu. Karena klaim yang kita dengarkan selama ini pembangunan daerah Papua sangatlah besar selama pemerintahan Jokowi periode pertama. Bahkan, konon Jokowi yang dicap sebagai penyelemat kekayaan alam Papua selama ini banyak diperkosa oleh perushaan asing. Salah satunya adalah perushaan Freeport yang seolah mendirikan kota sendiri di negara Indonesia.
Semua hal di atas, seharusnya menjadikan bangsa ini, terlebih lagi mereka yang memiliki otoritas pemerintahan, untuk meresponnya secara tepat, sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Tentu dengan memperhatikan segala aspek yang terkait sehingga respon tidak seharusnya melahirkan permasalahan-permasalahan baru.
Akhir kata, dengan ini Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) memberikan peringatan keras untuk Pemerintah Indonesia agar tetap fokus dan lebih serius mencegah upaya-upaya sekelompok oknum yang menginginkan Papua lepas dari Indonesia.
Kita melihat adanya kekuatan-kekuatan luar yang punya kepentingan. Tidak saja kepentingan ekonomi dengan kekayaan daerah Papua. Tapi juga Papua bisa menjadi lokasi yang strategis baik secara politik global, bahkan militer dunia.
Jangan sampai hal besar ini dipandang sebelah mata sehingga isunya tidak lagi bisa terkontrol, dan bias terpolarisasi begitu saja. Indonesia perlu tegas ketika sudah menyangkut NKRI. Bukankah selama ini istilah NKRI adalah memang harga mati? (*)
Penulis adalah Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI)
Papua Isu Sensitif Bangsa, Selesaikan Lewat Cegah Disintegrasi
Temukan juga kami di Google News.
Tag Terkait:
Tinggalkan Balasan