Jakarta – Pemerintah diminta untuk menyosialisasikan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Mengingat diskriminasi saat ini selalu menjadi akar masalah konflik Papua.
Komisioner Komnas HAM Amirudin Al Rahab mengatakan, perlu dibangun roadmap yang jelas tentang bagaimana upaya dari pemerintah untuk mensosialisasikan UU tersebut. Tujuannya untuk memastikan ke depan pemerintah memiliki roadmap yang jelas terkait UU Diskriminasi Ras, terutama dalam tujuan merawat perdamaian di tanah Papua.
“Implementasi UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis kurang populer karena kurangnya sosialisasi sehingga implementasi terjadi hanya seputar penindakan namun masih lemah pada aspek pencegahan,” katanya di Jakarta, Selasa (17/9).
Saat ini diskriminasi paling nyata adalah peristiwa yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang. Pasalnya ribuan mahasiswa Papua memutuskan kembali ke Jayapura karena perasaan tidak aman.
Anggota DPD terpilih dari Papua, Yorrys Raweyai mengharapkan, adanya solusi agar mahasiswa yang pulang ke Jayapura itu bisa kembali menuntut ilmu. Sehingga pemerintah perlu memberikan jaminan keamanan bagi mahasiswa Papua di luar daerah.
“Mencari solusi bagi pemuda papua yang pulang pasca konflik, agar terjadi harmonisasi hubungan sosial dengan masyarakat sekitar ketika mereka kembali pulang nanti. Saya kira ini tugas pemerintah untuk memastikan mahasiswa bisa melanjutkan studi dengan nyaman,” tegasnya.
Pernyataan senada juga disampaikan inisiator Komunitas Anti Diskriminasi Ras dan Etnis, Victro May. Dia menyarankan, pemerintah melalui Menkopolhukam bisa melibatkan anggota DPR dan DPD untuk mencari jalan keluar bagi konflik di Papua.
“Menko Polhukam harus melibatkan putra-putri yang secara representatif memperoleh mandat masyarakat Papua di DPR dan DPD dalam mencari jalan keluar permasalahan yang terjadi terkait masalah di tanah papua dan perlindungan terhadap mahasiswa secara holistik dan komprehensif,” tutup Victor.

Temukan juga kami di Google News.