Karawang, Rimanews.id – Rakyat Kabupaten Karawang yang tergabung di dalam Komando Penegak Keadilan Reformasi Kabupaten Karawang kecewa dengan terbengkalainya incinerator sehingga membuat Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Jalupang, Kelurahan Wancimekar, Kecamatan Kotabaru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menjadi kelebihan kapasitas.
“Kondisi ini tentu merugikan masyarakat dan juga pemerintah daerah itu sendiri, lantaran incinerator seharusnya menjadi solusi pengelolaan sampah, kini hanya menjadi barang rongsok raksasa,” kata Sekjen Komando Penegak Keadilan Reformasi, Pancajihadi AL Panji kepada wartawan, Selasa (29/9/2020).
Ia mengatakan bahwa saat ini masyarakat di Kabupaten Karawang sangat resah dengan situasi seperti ini. Apalagi setidaknya, ada 900 ton sampah per hari dibuang oleh masyarakat, namun TPA yang tersedia justru tidak mampu menampungnya.

“Saat ini warga Kabupaten Kerawang mencapai 2,3 juta orang, memiliki tingkat produktifitas sampah yang sangat tinggi mencapai 900 ton sampah perhari. Namun sayangnya Karawang yang hanya memiliki satu TPA sehingga tidak dapat mengelola sampah dengan baik, oleh sebab itu TPA Jalupang saat ini sedang overload,” jelasnya.
Atas dasar itu, mereka pun menduga ada permainan yang terjadi dalam pengadaan incinerator atau mesin pengelolaan sampah yang ada di TPA Jalupang tersebut.
“Kami mengutuk keras atas dugaan tindak pidana Korupsi Pengadaan Incinerator T.A 2015 oleh Dinas Cipta Karya Kabupaten Karawang, Ahmad Mustofa, selaku KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) dan Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) serta Saiful Riky sebagai pemenang tender pada saat itu. Saat ini Ahmad Mustofa menjabat sebagai Sekertaris Bapenda Karawang,” paparnya.
Masih menurut Pancajihadi, bardasarkan ketentuan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah, terjadinya pencairan SP2D atas paket pekerjaan senilai Rp 25 miliar.
Perlu diketahui, bahwa berdasarkan keterangan dari Kepala Sub Bagian (Kasubag) Keuangan Dinas Cipta Karya, Arifin dan Kepala Bidang verifikasi pada Kantor DPPKAD Karawang, Acep Kartiwa. Bahwa memang ada persoalan yang terjadi persoalan antara komitmen pekerjaan dengan kondisi real di lapangan.
“Didasarkan adanya berita acara penyerahan yang merupakan kewenangan PPK atas persetujuan KPA dan diketahui oleh PA (Pengguna Anggaran), walaupun kenyataan di lapangan memperhatikan keterangan pengendara truk sampah, pekerjaan tersebut belum selesai,” kata mereka.
Dan atas dasar itu, Pancajihadi menilai kegiatan tersebut bisa diancam dengan pasal 2 ayat (1) yakni berupa ancaman pidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Jo pasal 3 dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Jo. Pasal 15 dengan dugaan adanya melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pasal 5 ayat (2) undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
“Perbuatan terduga tersebut terkait pelaksanaan kegiatan pengadaan di TPA Jalupang yang mengakibatkan timbulnya kerugian Negara yang dilakukan oleh Ahmad Mustopa Selaku KPA, Pemenang Tender, dan Aparatur Dinas Cipta Karya pada saat itu, dengan adanya pembayaran atas paket pekerjaan yang dilakukan penyedia tanpa diadakan pemeriksaan lapangan sehingga menimbulkan kerugian Negara,” tegas Pancajihadi.
“Oleh karena itu, dalam rangka mendorong terbentuknya tata kelola Pemerintahan yang baik, transparan dan profesional dengan berorientasi pada pelaksanaan program pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang sesuai amanat peraturan perundang-undangan, harus ditegakkan seadilnya,” tutupnya. [RED]
Tinggalkan Balasan