Rimanews.id – Ketua Umum Barisan Rakyat Satu Juni (Barak 106), Martin Siahaan menilai bahwa Komite Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) adalah elemen yang digaungkan oleh para tokoh untuk mencari keuntungan pribadi mereka masing-masing.
Hal ini dikatakan Martin lantaran dalam mendirikan perkumpulannya, mereka menggunakan istilah pre-launching atau pra deklarasi.
“Mereka ini pra deklarasi aneh, kalau mau deklarasi ya deklarasi aja kenapa harus ada pra deklarasi, kayak perusahaan aja ada pre launching. Seperti ada yang pengen ditunggu dan ditemui,” kata Martin dalam sebuah webinar “Di Tengah Pandemi Covid -19 Muncul Barisan Oposisi” yang digelar oleh Komite Muda Nasional (KMN), Jumat (14/8/2020).
Ia bahkan menyebut jika kelompok yang diinisiasi oleh Ahmad Yani, Din Syamsuddin, Rocky Gerung dan lain-lainnya itu sedang mengamen, menggaungkan sesuatu agar ada yang menyambut untuk memberikan amunisi kepentingan.
“Ya menurut saya mereka ini sedang ngamen,” ujarnya.
Perlu diketahui, bahwa para tokoh KAMI antara lain ; petinggi Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Sobri Lubis dan Habib Muchsin Alatas, ekonom Ichsanuddin Noorsy, eks Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, staf Rizal Ramli yakni Adhie Massardie, eks Komisaris Utama Pelindo I Refly Harun, eks Menteri Kehutanan MS Kaban serta mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo.
Selain itu, ada juga mantan pejabat di mantan Staf Khusus Menteri ESDM Mohanmad Said Didu, mantan Penasehat KPK Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, Syahganda Nainggolan, Hatta Taliwang, Rocky Gerung, Khusnul Komariah, Eggi Sudjana, Lieus Sungkarisma, Jumhur Hidayat dan masih banyak lagi lainnya.
Ia pun mengingatkan kepada para tokoh yang mendeklarasikan KAMI agar tidak malah membuat suasana nasional dengan kegaduhan yang tidak perlu. Apalagi sentimen negatif yang disalurkan ke ruang publik tidak relevan untuk menyelesaikan persoalan nasional saat ini yakni bagaimana agar bangsa Indonesia bisa bersama-sama keluar dari pandemi COVID-19 yang saat ini masih menjadi krisis di seluruh dunia.
“Kita sebagai anak-anak muda mengingatkan, bahwa orang-orang sudah tua jangan lah lagi buat gaduh. Generasi muda saat ini tidak bisa ditipu-tipu, generasi muda saat ini sudah bisa membedah situasi,” terangnya.
Selain itu, Mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Indonesia itu mempertanyakan sebenarnya mereka mau menyelamatkan apa, apakah mencari kekuasaan saja. Pun jika memang libido kekuasaan yang lebih tinggi kenapa tidak menunggu saja hingga kontestasi politik selanjutnya.
“Situasi pemerintah sudah tepat, setiap lima tahun akan berganti. Kenapa ada kelompok yang manfaatkan situasi ini. Kenapa nggak tunggu 5 tahun saja, harusnya cara mereka intelektual dong bukan cara bar-bar,” tandasnya.
“Mereka hanya bangun narasi dan gelombang utk memperparah keadaan. Yang jadi lawan harusnya hawa nafsu untuk berkuasa,” imbuh Martin.
Lebih lanjut, Martin mengatakan bahwa kelompok KAMI yang juga di dalamnya adalah barisan tokoh yang kecewa dengan kekalahan politik Pilpres 2019 adalah kelompok yang cengeng. Dan ia kembali menuding bahwa mereka hanya memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka saja.
“Rocky katakan pemerintah dungu, tapi bagi saya mereka itu cengeng. Mereka ini KAMI sedang ngamen menurut saya,” tutupnya.
Terakhir, Martin juga meminta agar para tokoh yang memiliki intelektual tinggi dan basis massa yang banyak lebih baik mentransferkan energi dan pikiran mereka untuk mencerdaskan bangsa, salah satunya adalah dengan mengajak mereka membantu pemerintah mengentaskan masalah karena dampak dari pandemi COVID-19, bukan malah membuat gaduh saja.
“Mereka punya basis pendukung dan umat, mari kita cerdaskan. Sayang banget uang deklarasi yang mereka pakai buat deklarasi, mending buat bantu anak-anak mahasiswa yang engak bisa bayar SPP. Apalagi sekali deklarasi habis berapa ratus juta, bohong kalau tidak ada biaya,” tutupnya.
Masih dalam kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Rival Aqma Rianda menyayangkan sentimen negatif yang digaungkan oleh Komite Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
“Persoalan ini jangan kita anggap tidak serius, ini akan ada upaya-upaya memobilisasi massa besar dengan atasnama tokoh-tokoh tersebut. Ada Rachmawati, Said Didu, dan beberapa tokoh juga,” kata Rival.
“Jangan sampai gerakan-gerakan yang tidak begitu masif hanya untuk mendelegitimasi pemerintah. Ini harus kita antisipasi bersama,” imbuhnya.
Ia mengkhawatirkan bahwa gerakan yang dilakukan oleh beberapa tokoh tersebut akan melanjutkan persoalan sentimen rasial ke depan, seperti apa yang terjadi di Pilkada DKI Jakarta dan Pilpres 2019 lalu, yang disebut Rival dampaknya masih sangat bisa dirasakan oleh bangsa Indonesia saat ini.
“Sementara kalau kita lihat gerakan ini yang sebetulnya tidak terlalu substansi dan tidak terlalu prinsipil itu sampai ke depan (timbulkan) sentimen negatif SARA yang berimbas sampai daerah seperti pilkada DKI kemarin, yang terasa dampaknya sampai sekarang,” ujarnya.
Kemudian, ia pun menyebut bahwa kelompok KAMI ini adalah mereka yang sebetulnya menjadi bagian dari kelompok sakit hati karena gagal meraih kekuasaan di Pilpres 2019, di tambah lagi Prabowo Subianto yang menjadi subyek dukungan mereka malah ikut membantu pemerintahan Joko Widodo menjalankan roda pemerintahan.
“Kalau kita lihat beberapa tokoh orang tua seperti Rocky Gerung, Gatot Nurmantyo dan sebagainya, kita bisa lihat sejarah dan track record mereka bagaimana,” tandasnya.
Oleh karena itu, Rival pun mengajak kepada masyarakat Indonesia agar mendukung pemerintah dalam berupaya mengentaskan masalah nasional karena dampak pandemi COVID-19, apalagi dampak pandemi tersebut juga menghantam berbagai sektor baik ekonomi, sosial, politik hingga kesehatan.
“Jangan sampai pemerintah yang sudah cukup baik melayani masyarakat di tengah pandemi, malah diganggu dengan adanya kelompok-kelompok yang jadi provokator,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan