Hizbut Tahrir Indonesia menjadi organisasi terlarang di Indonesia sejak Menkum dan HAM menerbitkan SK Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 yang mencabut status badan hukum HTI. Putusan ini juga dikuatkan oleh Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi yang diajukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terkait pencabutan status badan hukum organisasi oleh pemerintah. Putusan MA ini sekaligus menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 211/G/2017/PTUN-JKT, tanggal 7 Mei 2018.

Meskipun sudah dilarang di Indonesia, orang-orang eks HTI tetap melakukan propaganda dengan segala cara. Bahkan kelompok tersebut secara terang-terangan tetap mengusung paham khilafah sebagai ideologi yang mereka usunh untuk menggangi Pancasila.

Selain lewat media sosial, HTI juga melakukan penggalangan dan propaganda melalui organisasi yang menyusul ke berbagai lapisan masyarakat. Salah satu organisasinya adalah Lajnah Thalabun Nushrah. LTN diketahui menyusup ke TNI/Polri untuk merekrut perwira tinggi dan menengah kemudian dibina dalam halaqah-halaqah HTI dan ditugaskan melakukan kudeta. Lajnah ini amat-sangat rahasia. Di tingkat pusat hanya ada lima orang anggota, dipimpin oleh seorang Ketua Lebih dan disupervisi langsung oleh Amir Hizbut Tahrir internasional.

Organisasi berikutnya adalah Lajnah Fa’aliyah. Lajnah ini bertugas menyusup ke lembaga-lembaga negara, partai politik, dan ormas Islam untuk merekrut ketua lembaga seperti ketua MPR, DPR, DPD, menteri-menteri, MA, MK, Kejaksaan Agung, ketua partai, dan ormas-ormas kemasyarakatan. Mereka kemudian dibina dalam halaqah-halaqah HTI dan ditugaskan mengkondisikan lembaga negara, partai dan ormas-ormas untuk mendukung kudeta yang dieksekusi oleh dewan jenderal yang telah dibina oleh Lajnah Thalabun Nushrah. Ketua Lajnah Fa’aliyah HTI sekarang adalah M. Rahmat Kurnia (dosen IPB).

Lajnaj siyasiyah adalah organisasi HTI yang bertugas membangun opini masyarakat. Masyarakat diprovokasi untuk menyerang pemerintah agar masyarakat mendukung Khilafah melalui tulisan yang disebarkan dengan nama fiktif. Tulisan penulis fiktif tersebut seperti: Nasrudin Hoja, buletin Kaffah, tabloid Media Umat, dan channel Youtube Khilafah Channel. Lajnah ini juga mengatur dan mensupervisi gerakan * LBH Pelita Umat yang dibentuk HTI.

Lajnah Khos Ulama bertugas menyusup ke pesantren-pesantren dan majlis ta’lim untuk merekrut para kiai dan ustadz yang akadibina dalam halaqah-halaqah HTI untuk memberi dukungan bagi tegaknya Khilafah versi HTI. Lajnah ini diiisi oleh anggota senior HTI yang punya latar belakang santri, antara lain,
Mustofa Ali Murtadha, Yasin Muthahhar, Ahmad Junaidi (Gus Juned), Nurhilal Ahmad, dan Abdul Karim. Mereka mempublikasi kegiatan di www.shautululama.id.

Selain itu terdapat Lajnah Thullab wal Jami’ah.Lajnah ini bertugas merekrut pelajar dan mahasiswa melalui Rohis dan LDK yang berafiliasi ke HTI. Organisasi ini juga menyusup melalui komunitas milineal yang dibuat oleh aktivis HTI seperti: #yukngaji yang diinisiasi oleh Felix Siauw, dan KARIM.Untuk LDK-LDK yang berafiliasi dengan HTI dikumpulkan dalam BKLDK dan Gema Pembebasan.

Lajnah Dosen, Peneliti dan Akademisi, bertugas merekrut para akademisi (dosen, peneliti, tenaga administrasi kampus) untuk dibina dalam halaqah-halaqah HTI. Lajnah ini dikomandani oleh: Prof. Fahmi Amhar dibantu Dr. Kusman Sadik (dosen IPB), Dr. Fahmi Lukman (dosen UNPAD).

Ismail Yusanto saat ini juga tetap eksis dengan atribur terbuka sebagai Jubir HTI. Eksistensi Ismail Yusanto ini menunjukkan bahwa HTI tidak menggubris keputusan pemerintah tentang pencabutan badan hukum HTI. Hal ini tentu tidak bisa dibiatkan berlarut-larut.

Pemerintah harus tegas dengan situasi ini. Penyusupan HTI ke segala lapisan masyarakat harus dicegah dan ditangani. Jika dibiarkan maka eksistensi pengusung ideologi khilafah akan semakin membesar dan semakin mendesak Pancasila.

Temukan juga kami di Google News.