Rimanews.id – Persoalan Covid-19 sampai saat ini masih menjadi momok tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Apalagi, belum jelasnya kapan pandemi ini berakhir menjadi dilema tersendiri.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Formatur PB HMI, Ahmad Latupono. Ia menilai bahwa persoalan yang cukup pelik adalah ketika kebijakan dari pemerintah pusat tidak dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah daerah dalam kaitan penanggulangan Covid-19 bagi masyarakat terdampak.

“Ketika semua kebijakan pemerintah pusat dieksekusi dengan baik. Tetapi, kita lihat di lapangan masih belum berjalan tuh, kalaupun berjalan hanya ada beberapa wilayah aja yang menjalankan (kebijakan) itu,” kata Ahmad Latupono dalam webinar bertemakan “Peran Pemuda di Era New Normal Pasca Covid-19” yang digelar oleh HMI Cabang Jakarta, Selasa (30/6/2020).

Atas dasar itu, Aktivis yang karib disapa Anyong itu menyebut bahwa di sinilah letak kegaduhan dan keresahan bagi masyarakat. Di mana kebijakan pemerintah pusat tidak sampai dirasakan secara maksimal di kalangan grassroot.

“Ini yang saya bilang ada konfik yang diciptakan di sini, sehingga rakyat jadi dilema. Ketika semua rakyat Indonesia mendapatkan angin segar dari (pemerintah) pusat tapi kebijakan di daerah tidak sesuai dengan yang instruksi dari kepala negara,” ujarnya.

Sebagai aktivis dan formatur salah satu organisasi Kemahasiswaan terbesar di Indonesia itu, Anyong merasa memiliki tanggungjawab moril untuk meluruskan persoalan tersebut.

“Saya selaku formatur PB HMI MPO siap di garda terdepan mengawal suara dan hak-hak umat dan atau masyarakat Indonesia pada umumnya,” tuturnya.

Anyong pun memperingatkan kepada pemerintah di seluruh level agar bekerja maksimal untuk rakyat, bukan malah membuat rakyat bingung dan galau.

“Perlu saya tegaskan adalah, HMI MPO tidak akan diam apabila pemerintah pusat sampai daerah membuat gaduh masyarakat,” tegasnya.

“Begitu juga dengan pemerintah daerah, jangan karena tidak ada kontrol serius dari atas lalu kalian seenaknya. Ketika pemerintah pusat apabila mengeluarkan maklumat atau kebijakan lalu tidak dilaksanakan dengan serius, maka Indonesia akan terus meningkat dengan ketimpangan sosial maupun ekonomi,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PP Jaringan Masyarakat Pemantau Perilaku Pejabat Negara (JMP3N), Fandy Ahmad Sukardin juga memiliki pandang senada. Bahwa sebagai generasi bangsa, pemuda Indonesia harus mampu ikut aktif mengawal dan mengontrol kebijakan pemerintah agar bisa berjalan dengan baik dan sesuai.

“Agenda-agenda negara, kebijakan-kebijakan pemeritah perlu kita kawal agar bisa kebijakan tersebut berpihak kepada rakyat,” kata Fandy.

Apalagi menjelang diberlakukannya new normal life atau kenormalan baru. Fandy pun mengajak kepada para generasi muda Indonesia untuk lebih aktif dalam melahirkan ide-ide kreatif dalam rangka membangun bangsa dan negara.

“Kenormalan yang baru adalah kenormalan yang saya rasa aktivis harus bergerak dengan ide-ide yang mengawal suara rakyat, sehingga apa yang menjadi tanggung jawab mahasiswa atau aktivis itu benar-benar terealisasi,” tuturnya.

Masih dalam kesempatan diskusi online tersebut, salah satu mantan aktivis HMI, Adhel Setiawan memandang bahwa konsentrasi yang diperlukan saat ini adalah bagiaman negara bisa benar-benar hadir di tengah masyarakat karena terdampak dari pandemi COVI-19.

“Negara harus hadir untuk melindungi masyarakat, dengan Covid-19 ini negara betul-betul melindungi masyarakat, bukan malah sebaliknya,” kata Adhel.

Namun di tengah pandemi yang masih berlangsung seperti saat ini, praktisi hukum ini mengaku kecewa dengan Kapolri Idham Azis yang mencabut maklumat nomor Mak/2/III/2020, di mana ada pembatasan-pembatasan kegiatan sosial untuk mengantisipasi penularan COVI-19.

“Yang disayangkan adalah kemarin Kapolri mencabut maklumat itu, sedangkan kita tahu bahwa kemarin saja kurva Covid-19 semakin naik. Itu bertanda bahwa korona ini belum hilang,” ujarnya.

Atas dasar itu, Adhel pun mengkhawatirkan bahwa ada pihak-pihak yang justru ingin memanfaatkan situasi pandemi tersebut untuk memberikan keuntungan pribadi mereka.

“Dengan terjadinya hal-hal yang berkaitan dengan pandemi ini adalah, beberapa orang yang memanfaatkan wabah ini untuk mengambil kepentingan dan lain-lain sebagainya,” tandansya.

“Dan di mana kehadiran negara untuk melakukan proses hukum terhadap oknum-oknum seperti ini,” pungkas Adhel.

Di kesempatan yang sama pula, alumi HMI lainnya yakni Ilham Setiawan juga memandang bahwa persoalan bangsa Indonesia saat ini adalah adanya krisis ekonomi yang begitu keras. Bahkan hampir seluruh sektor kehidupan rakyat terguncang.

Dan ia mengaku mengapresiasi langkah dan kebijakan Presiden Joko Widodo yang akan menggelontorkan dana stimulus untuk memperbaiki sektor ekonomi nasional, khususnya di sektor Usaha Mikro Kecil dan Menangah (UMKM).

“Hari ini kita lihat ada krisis ekonomi di depan mata, tapi kita lihat kemarin dengan pidato presiden yakni pemerintah akan memberikan stimulus untuk perekonomian Indonesia,” kata Ilham.

Namun demikian, ia pun memperingatkan kepada pemerintah agar tidak salah melangkah, di mana anggaran negara yang dipakai untuk penanggulangan COVID-19 justru sia-sia.

“Jangan sampai anggaran APBN Rp 400 triliun itu menguap dan tidak ada efeknya ke masyarakat di bawah,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia pun meminta agar para aktivis pemuda khususnya HMI untuk terus melakukan kontrol terhadap pemerintah agar tidak salah langkah.

“Sehingga saya sarankan kepada kawan-kawan di HMI untuk mengawasi program-program pemerintah, agar apa yang diinginkan oleh kita semuanya bisa terealisasi,” pungkas Ilham.

Serapan anggaran negara untuk penanggulangan COVID-19 masih rendah.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Direktur Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo. Di mana ia menyebut bahwa keuangan negara saat ini lebih banyak digelontorkan untuk penanggulangan wabah korona.

“Korona ini menguras anggaran negara, yang seharusnya digunakan untuk pembangunan negara malah dengan hadirnya korona ini anggaran tersebut digunakan (untuk penanggulangan COVI-19),” kata Karyono.

Bagi pengamat politik senior ini, anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah untuk penanggulangan COVI-19 bukan anggaran yang kecil. Namun yang menjadi persoalan bagi Karyono, kenapa anggaran yang dialokasikan belum maksimal dipergunakan.

“Tapi kita lihat, bahwa resapannya sangat minim, yang seharuanya anggaran tersebut digunakan untuk pembelanjaan alat-alat kesehatan dalam penanganan Covid-19 masih kecil terserap,” tuturnya.

“Bagaimana kita mau menangani Covid ini dengan baik kalau dalam hal penggunaan anggrannya kayak gini,” sambung Karyono.

Di sisi lain, Karyono juga menyangsikan alokasi bantuan sosial (bansos) untuk COVID-19. Menurutnya, sampai saat ini pun distribusi bansos masih belum maksimal, bahkan banyak yang tidak tepat sasaran.

“Kita lihat bansos juga sampai saat ini belum tepat sasaran. Ini bukan hanya kendalanya soal database aja, saya rasa ini teknis lah. Tapi karena ketidakseriusan pemerintah sehingga bansos ini tidak tepat sasaran,” tandasnya.

Karyono mengingatkan kepada seluruh pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan, agar benar-benar bekerja untuk menanggulangi COVID-19. Karena dampak dari pandemi ini sangat serius, khususnya di sektor ekonomi rakyat.

“Kalau pandemi ini terus berlangsung maka perekononian kita akan minus dan akan ada PHK besar-besaran. Mau tidak mau dunia menghadapi kondisi yang dilematis seperti merawat bayi kembar siam,” ucapnya.

Oleh karena itu semua, Karyono pun menyerukan kepada seluruh Mahasiswa sebagai para pelaku kritis untuk mengawal kebijakan apapun yang dikeluarkan oleh pemerintah, agar kebiajakan tersebut on the track.

“Jadi saya rasa peran mahasiswa melakukan kritis pengawalan atas kebijakan perintah agar menyelamatkan hak-hak rakyat dari kebijakan pemerintah yang mungkin beberapa tidak berpihak kepada rakyat di bawah,” tutupnya. [JIB]

Temukan juga kami di Google News.