Jakarta – Melihat polemik Revisi UU TNI, Pusat Penelitian DPR RI Prof. Poltak Partogi mengingatkan kepada semua elemen masyarakat agar mengambil pelajaran berharga dari peristiwa Myanmar.

“Kita harus belajar dari Myanmar agar tidak ada pelanggaran HAM kembali. Kita harus beri catatan, kalau kontrol sipil tidak ada, maka akan rusak perkembangan negara kita dan tidak akan bisa mengikuti negara lain,” tegas Prof. Poltak.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertema “Involusi Sektor Pertahanan: Problematika RUU TNI, Komando Teritorial dan Peradilan Militer” yang digagas Imparsial, hari ini.

Menurutnya, dilihat perkembangan di kawasan, terjadi dikalangan ASEAN dimana Myanmar yang menjadikan sipil berkuasa dan terjadi paling buruk sekali karena militer juga melakukan kudeta.

“Kecenderungan di Indonesia ini terjadi makin memburuk dimana kita tidak mengulangi dan ternyata akan menuju otokrasi. Dengan adanya hal ini akan makin banyak UU dan ini artinya TNI tidak akan bersikap terbuka dan tidak siap dengan respon dan terjadi saling lempar dan DPR juga saling reaktif,” bebernya.

Makanya, fenomena ini menjadi keprihatinan bersama melihat TNI di era demokrasi ini. Katanya, kalau hal ini dibiarkan maka Indonesia akan mengalami kemunduran demokrasi karena militer mengambil semuanya.

“Penempatan TNI ini akan menjadi rawan kembali ke orba terutama di Kemendagri. Kebijakan pertahanan ini membutuhkan Menhan yang cakap dalam menilai perkembangan sejarah, dinamika politik dunia dan geopolitik. TNI yang meminta anggaran sendiri tanpa melewati Kementerian maka akan sulit pengawasan demokrasi sipil dan akan terjadi lagi orba,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.