Ciputat – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Din Syamsuddin mengatakan bahwa hubungan negara dengan agama terutama agama Islam dalam Pancasila itu sudah bersifat integratif dan substantif.
“Saya ingin fokus secara normatif dan substantif dalam hubungan negara dan agama Islam, saya ingin memberikan penilaian lain terhadap simbiosis antara agama dengan negara yaitu Integrasi Simbolik, Islam lebih dekat dengan sila pertama pada pancasila, bukan Trinitas, Trimurti atau yang lainnya tetapi Islam sehingga saya bisa mengatakan negara Pancasila adalah negara Islami.” Ujar Din Syamsuddin ketika memberikan materi dalam Festival Pemikiran Islam yang diadakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Dema UIN Jakarta), (11/11).
Menurut mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini, tidak mungkin ada Pancasila tanpa adanya Islam dan dalam kaitan ini maka tidak salah kita menyebut Pancasila sebagai Daarul Ahdi wa Syahadah yang merupakan tanggung jawab dan merupakan kewajiban umat Islam Indonesia.
“Nilai nilai Pancasila itu sesuai dengan nilai nilai keislaman, dalam kaitan ini maka tidak salah kita menyebut Pancasila sebagai Daarul Ahdi wa Syahada,” ucapnya.
Din juga menambahkan bahwa Daarul Ahdi ini merupakan sebuah label hubungan umat Islam dengan kelompok yang membentuk sebuah kesepakatan diantara kelompok sehingga seluruh masyarakat menyepakati bentuknya sebuah negara. Sedangkan makna Syahadah adalah umat Islam harus mengisi kemerdekaan negeri Republik Indonesia ini dengan kebaikan-kebaikan. Ia juga menegaskan bahwa sangat khawatir dengan sekelompok orang yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.
“Saya tidak setuju dengan konsep Khilafah, karena pasti akan menyebabkan distorsi dalam bernegara dan beragama sehingga menyebabkan ketidakharmonisan dalam bernegara dan beragama tetapi kalau Pancasila dan negara kuat maka saya pastikan tidak akan ada celah untuk itu, karena negara ini negara Daarul Ahdi wa Syahada,” tutup Din.
Selanjutnya, Guru Besar UIN Jakarta, Komaruddin Hidayat juga terlihat mengisi materi tentang mengharmonisasikan hubungan Islam dan Negara. Ia menegaskan bahwa dalam dunia Islam tidak ada pemisahan secara jelas antara agama dan negara sehingga tetap perlu ada keseimbangan antara agama dan negara.
“Hubungan agama dengan negara harus ada keseimbangan, society harus kuat begitu pula dengan state, contoh negara yang bagus itu Amerika dan salah satu pilar pendidikan, ekonomi, politik, dan demokrasinya kuat dan societynya juga kuat. Kalau society tidak kuat maka negara akan ambruk contohnya Mesir,” ujar Komaruddin.
Terakhir ia menambahkan bahwa kalau yang ditonjolkan itu semangat konservatisme dalam beragama akan menyebabkan hilangnya makna Rahmatan Lil Alamin dalam Islam.
Tinggalkan Balasan